Kecenderungan Ideologis dan Cakupan Aktivitas
Secara ideologis, M Billah (1999) membagi keberadaan Ornop di Indonesia ke dalam tiga jenis, yaitu:
Ornop developmentalis/kompromistis
Dalam situasi normal di mana demokrasi dalam pengertian yang esensial mulai berjalan, maka jenis Omop seperti ini cenderung memposisikan diri sebagai pedukung setia pemerintah dengan istilah yang lebih akrab disebut “mitra”. Jika terjadi benturan antara kepentingan rakyat dengan negara, maka Ornop developmentalis ini lebih memihak kepada pemerintah (negara). Alasannya, negara telah berada pada posisi yang benar, sehingga rakyatlah yang harus menyesuaikan diri dengan tatanan yang ditetapkan oleh negara.
Kecenderungan yang demikian itu, terlihat dengan jelas betapa Ornop ini justru menjadi pembela pemerintah sementara perkembangan masyarakat sipil praktis menjadi terhambat dinamikanya. Sudah barang tentu, Ornop jenis ini mendapat imbalan setimpal dari pemerintah berupa kucuran proyek bernuansa nepotis.
Dalam keadaan demikian, Ornop yang berideologi seperti ini akan kehilangan kepercayaan masyarakat terlebih lagi ketika masyarakat semakin kritis dalam era transparansi. Oleh karena itu, Ornop semacam ini diperkirakan akan mengalami penyusutan jumlahnya secara drastis.
Ornop reformatoris/profesional
Ornop dalam kategori reformatoris adalah suatu Ornop yang bekerja secara profesional dalam arti pemihakan kerakyatannya jelas. Dengan begitu, ketika terjadi benturan kepentingan antara pemerintah dan rakyat, maka Ornop ini akan memantapkan pemihakan kepada rakyat yang menjadi kelompok dampingannya. Namun demikian, Ornop ini tidaklah menutup mata atas kelemahan rakyat yang dibelanya, tetapi tetap bertindak sebagai mediator yang rasional dan bukan sekedar memobilisasi apalagi memprovokasi tanpa reserve.
Dalam keadaan normal, jenis Ornop ini tetap memasang jarak dengan pemerintah tetapi juga tidak menjadi oposan pemerintah. Itu berarti, hubungannya dengan pemerintah tetap dipertahankan, sejauh pemerintah yang bersangkutan konsisten dengan aturan main yang telah ditetapkan bersama secara konstitusional (demokratis).
Ornop transformatoris
Ornop yang memiliki ideologi ini, dalam situasi apa pun selalu memasang jarak dengan pemerintah sembari melancarkan kritik-kritik tajam secara terus-menerus. Ornop jenis ini berpendapat bahwa struktur, hubungan dan bahkan budaya, adalah suatu konstruksi secara sepihak yang ditentukan oleh negara melalui perangkat-perangkatnya tanpa pernah secara sungguh-sungguh memperjuangkan kepentingan rakyat.
Oleh karena itu, secara ideologis Ornop ini memandang pemerintah sebagai sekelompok orang yang harus dikritik atau ditentang, karena pemerintah hanya berjuang untuk mempertahankan kekuasaannya bersama dengan para kroni-kroninya. Dengan demikian, agenda perjuangannya adalah bagaimana memunculkan tatanan pemerintahan rakyat yang betul-betul dari rakyat dan untuk rakyat.
Sedangkan berdasarkan peran dan fungsi Ornop terhadap pemberantasan kemiskinan dan keterbelakangan, Herdi (1999) mengkiasifikasikan Ornop setidaknya dalam empat spektrum pendekatan, yaitu:
Pertama, Pendekatan kesejahteraan (welfare), yaitu memberikan pelayanan kepada kelompok-kelompok yang berpendapatan rendah, golongan lemah atau rakyat kecil.
Kedua, Pendekatan pembangunan (developmentalis), di mana tekanan program adalah dukungan proyek-proyek untuk meningkatkan produktivfitas dan kemandirian kaum miskin, sebagai upaya mengatasi keterbelakangan ekonomi, politik dan kultural.
Ketiga, Pendekatan pemberdayaan (empowerment), yaitu pendekatan yang melihat kemiskinan sebagai suatu proses politik.
Keempat, Pendekatan transformatif, yaitu pendekatan yang berorientasi pada transformasi sosial secara mendasar melalui aksi pendampingan, pemberdayaan dan advokasi sebagai langkah efektif bagi penyadaran rakyat dan mengagregasikannya sebagai kekuatan kolektif bagi perubahan melalui pengorganisasian masyarakat yang adil, demokratis dan beradab.
Disarikan dari buku: Kritik & Otokritik LSM, Editor: Hamid Abidin, Mimin Rukmini, Hal: 48-51.