Hibah Barang, Potensi yang Terlupakan
Dalam benak kebanyakan masyarakat kita, menyumbang identik dengan memberikan bantuan dalam bentuk uang. Bagaimana tidak. Ketika mendengar kata “sumbangan”, yang ada dalam pikiran kebanyakan masyarakat adalah memberikan sejumlah uang untuk kegiatan sosial dan membantu mereka yang membutuhkan uang atau pertolongan.
Nah, persepsi tersebut makin diperparah dengan adanya praktik pemberian sumbangan yang terjadi di masyarakat baik yang dilakukan secara tradisional maupun profesional.
Sebagai gambaran, secara umum ada tiga cara yang bisa ditempuh oleh lembaga sosial dalam menggalang dukungan dari masyarakat. Pertama, menggalang dana dari sumber yang tersedia, baik dari perorangan, lembaga, atau pun pemerintah. Untuk menggalangnya, mereka bisa menggunakan beberapa strategi. Yaitu, direct mail, media campaign, keanggotaan, special event, endowment, dan sebagainya. Kedua, menciptakan sumber dana baru. Upaya ini dilakukan dengan cara membangun unit-unit usaha dan ekonomi yang mampu menghasilkan pendapatan bagi lembaga (earned income). Ketiga, mengkapitalisasi sumber daya non finansial. Di sini, lembaga bisa menciptakan dana dari sumber non finansial. Strategi yang diterapkan adalah dengan menggalang sumbangan dalam bentuk in kind dan membangun program kerelawanan.
Penggalangan hibah barang juga bisa menjadi solusi alternatif di tengah persaingan penggalangan dana yang tergolong kompetitif. Asal tahu saja, dalam satu dekade terakhir ini, perkembangan kegiatan filantropi (kedermawanan sosial) menunjukkan perkembangan sangat menggembirakan. Meski kondisi ekonomi belum sepenuhnya pulih, ternyata tidak menghalangi minat dan antusias masyarakat untuk berderma, khususnya kepada masyarakat yang tengah tertimpa musibah. Ini ditandai dengan menjamurnya lembaga nirlaba yang berkonsentrasi pada penggalangan dana dan pemberdayaan masyarakat kurang mampu.
Tradisi Sumbangan In Kind
Kegiatan memberikan sumbangan adalah sesuatu yang tak asing bagi masyarakat Indonesia. Tradisi menyumbang hampir ada di setiap suku bangsa di Indonesia. Misalnya kegiatan gotong-royong membangun balai desa atau tempat peribadatan. Donatur ada yang menyumbang dalam bentuk materi (uang, barang), atau tenaga.
Sejumlah organisasi modern memanfaatkan tradisi tersebut untuk menggalang dana sekaligus menggugah partisipasi masyarakat. Misalnya, tradisi “Kamar Kapala” atau “Adat Persaudaraan” mengilhami Yayasan Pancur Kasih di Kalimantan untuk membuat program DSMD (Dana Solidaritas Masyarakat Dayak) yang kini jumlah dana yang terkumpul mencapai ratusan juta rupiah. Program lainnya, Dana Hari Tua, Credit Union, dan Solidaritas Kesehatan yang dirancang dan disosialisasikan dengan pendekatan budaya setempat. Strategi serupa juga dilakukan oleh Yayasan Tengko Situru yang menggalang dana dan sumber daya melalui pendekatan tradisi dan budaya Toraja. Tradisi serupa juga dimanfaatkan oleh para aktivis Federasi Tradisi Perempuan Merdeka/ Hapsari di Parbaungan, Sumatera Utara, dalam menggalang dukungan dari ibu-ibu rumah tangga yang menjadi anggotanya.
Faktor Pendukung
Agar strategi penggalangan barang hibah berjalan dengan baik dan menghasilkan, setidaknya ada beberapa faktor yang harus diperhatikan. Beberapa faktor di bawah ini adalah penentu keberhasilan program hibah barang:
Potensi Barang Hibah Cukup Besar
Secara khusus memang belum pernah dilakukan studi tentang potensi barang hibah. Namun diyakini potensi ini cukup besar, mengingat jumlah masyarakat kelas menengah atas sebagai calon donatur cukup banyak.
Kebiasaan Gaya Hidup Kelas Menengah Atas
Golongan atas menengah adalah ‘target sasaran’ yang potensi yang bagi program hibah barang. Mengapa? Merekalah memiliki barang yang berpotensi untuk dihibahkan.
Solusi Penataan Perabotan Rumah Tangga
Dalam banyak kasus, seringkali ditemukan bahwa program hibah barang justru bisa menjadi solusi bagi kaum wanita atau ibu-ibu rumah tangga untuk mengatur perabotan rumah tangga yang sudah tidak terpakai karena rusak atau bila ingin berganti model. Bahkan program ini bisa menjadi solusi bagi keluarga atau perkantoran yang akan pindah.
Tumbuhnya Kesadaran Masyarakat untuk Berderma
Belakangan ini, kesadaran masyarakat untuk berderma cukup menggembirakan. Kesadaran tersebut dipicu berbagai sebab seperti: munculnya berbagai persoalan sosial, misalnya bencana alam, wabah penyakit, kelaparan dan sebagainya.
Belum Digarap oleh Lembaga Nirlaba
Sejauh ini, program penggalangan dana yang dilakukan oleh sebagian besar lembaga nirlaba bertumpu pada sumbangan dalam bentuk dana. Alhasil, berbagai strategi yang dilakukan lebih banyak untuk menarik donasi masyarakat. Meski demikian, tidak dipungkiri, beberapa tahun terakhir mulai dikembangkan bentuk sumbangan lain, yaitu volunteer untuk berbagai kegiatan sosial. Namun donasi dalam bentuk barang hibah, nyaris tidak tersentuh.
Melahirkan Paradigma dan Alternatif Baru dalam Menyumbang
Bagi sebagian besar masyarakat, menyumbang adalah aktivitas yang jamak dilakukan. Apalagi jika dikaitkan dengan berbagai masalah-masalah sosial yang menimpa negeri kita mulai dari bencana alam, kebakaran, hingga wabah penyakit. Disadari atau tidak, momen semacam ini, turut mendorong masyarakat untuk memberikan sumbangan.
Hanya saja, meski tergolong lebih mudah dan praktis, nyatanya, tidak semua donatur memiliki kesiapan untuk menyumbang dalam bentuk dana. Ujung-ujungnya, peluang untuk menyumbang lebih kecil. Nah, di sinilah program hibah barang memiliki nilai strategis, diantaranya:
- Melahirkan paradigma baru bahwa menyumbang melalui lembaga nirlaba tidak harus berupa uang. Disini banyak potensi yang dapat didayagunakan. Misalnya barang-barang bekas, tenaga dan waktu, serta ide maupun jaringan.
- Memberi alternatif baru dalam menyumbang. Program hibah barang dapat memfasilitasi calon donatur yang memiliki keinginan kuat untuk menyumbang namun terbentur pendanaan.
Kendala Pengelolaan
Mengimplementasikan sebuah program penggalangan dana yang sama sekali baru, bukanlah persoalan mudah. Soalnya, donatur sudah terbiasa dengan anggapan bahwa menyumbang melalui lembaga sosial hanya bisa dilakukan dalam bentuk uang. Bentuk-bentuk sumbangan lain jarang sekali dimanfaatkan. Makanya, strategi penggalangan dana dalam bentuk hibah barang belum cukup dikenal. Untuk itu diperlukan berbagai antisipasi sehingga program yang dijalankan tidak membuahkan kegagalan.
Antisipasi dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi kendala. Di bawah sejumlah kendala yang terkait dengan implementasi program hibah barang berikut solusi yang bisa diambil:
Program Belum Familiar
Program penggalangan dana melalui hibah barang yang dikelola dengan pendekatan profesional merupakan hal baru bagi lembaga nirlaba yang ada di negara kita. Kalau pun pernah dilakukan biasanya temporer dan tidak dikelola dengan baik seperti pengumpulan pakaian layak pakai pada saat terjadi bencana. Praktis, penggalangan dana melalui hibah barang untuk kegiatan sosial belum familiar di kalangan sebagian besar masyarakat.
Solusinya, melakukan sosialisasi dengan berbagai ragam strategi secara intensif, kreatif dan terus-menerus. Jika program promosi dalam bentuk sederhana bisa menuai hasil, langkah berikutnya adalah melakukan strategi promosi yang lebih ‘terstruktur’ dan personal. Misalnya, menyebar sticker, brosur, memasang iklan di media massa, sosialisasi melalui email (direct e-mail), dan media komunikasi lainnya.
Ketersediaan SDM, Sarana dan Prasarana Pendukung
Meskipun kelihatan sepele dan mudah dilakukan, program penggalangan dana melalui barang tidak bisa dilakukan dengan setengah-setengah. Setidaknya dibutuhkan kesungguhan, kreativitas dan kerja keras sehingga hasilnya bisa maksimal. Beberapa persyaratan yang diperlukan untuk keberhasilan program ini adalah ketersediaan sarana dan prasarana pendukung serta SDM yang kompeten.
Proses Penanganan Barang Bekas Cukup Rumit
Salah satu indikator keberhasilan program hibah barang adalah terjualnya barang yang diterima dari donatur. Selanjutnya, hasil penjualan digunakan untuk mendukung program sosial. Rangkaian proses barang dari donatur sampai ke tangan pembelian atau konsumen dapat diistilahkan sebagai ‘bisnis proses’ penanganan barang hibah.
Jika program hibah barang telah diminati oleh donatur, kemungkinan besar arus keluar masuk barang akan semakin banyak dan beragam. Sejalan dengan itu, kendala yang mungkin muncul yang lebih beragam dan kompleks. Beberapa seperti di bawah ini:
- Tingkat kesulitan bongkar muat barang akan semakin tinggi. Hal ini bisa terjadi jika jenis barang hibah berupa furnitur, misalnya lemari berukuran besar, brankas, kulkas berukuran besar dan sebagainya.
- Dengan tingkat kesulitan dan bisnis proses yang rumit, maka penentuan harga harus dilakukan dengan cermat dengan memperhatikan berbagai biaya operasional yang telah dikeluarkan. Jika tidak, maka peluang untuk mengalami kerugian cukup besar. Belum lagi, bahwa dalam bisnis barang bekas tidak ada standardisasi harga. Hal ini membawa konsekuensi perlunya kehadiran juru taksir handal yang mampu menilai suatu barang dengan tepat dan akurat. Biasanya, tingkat kesulitan menilai harga terjadi terutama pada barang elektronik dan benda-benda seni.
Supply Barang tidak Kontinyu
Kendala lain dari penggunaan program hibah barang adalah supply rang yang tidak kontinyu. Pasalnya, tidak dapat dikontrol dan sepenuhnya tergantung dari hibah donatur.
Keragaman Barang yang Terbatas
Pada tahap awal, ragam barang hibah yang akan diterima dari donatur biasanya sangat terbatas. Misalnya furnitur dan elektronik model lama, pakaian serta buku-buku. Ini bisa dipahami karena pada tahap awal biasanya donatur baru pada taraf ‘mencoba’. Di sinilah diperlukan kejelian untuk menggiring kepercayaan donatur kepada program yang ditawarkan. Kuncinya, dengan pelayanan yang baik dan komunikasi yang intensif, akan semakin mengokohkan kepercayaan donatur.
Adanya Anggapan bahwa Lembaga Nirlaba tidak Sepantasnya Berbisnis
Tidak dipungkiri, di masyarakat beredar anggapan bahwa lembaga nirlaba tidak sepantasnya berbisnis mengingat lembaga nirlaba identik dengan kegiatan atau layanan sosial. Di sini, mereka beranggapan bahwa layanan sosial dan bisnis adalah dua kutub yang saling bertolak belakang. Padahal program hibah barang membutuhkan pendekatan bisnis untuk menjadikan barang hibah dari donatur lebih bernilai. Meski faktor ini tidak cukup significant, namun perlu diperhatikan untuk menghindari terjadinya salah persepsi.
Disarikan dari Buku: In Kind Fundraising, penulis: Setiyo Iswoyo & Hamid Abidin, penerbit: PIRAMEDIA, 2006, bab 1, halaman 1-18
Posted by Devani Sukma on June 21, 2011