Evolusi Manajemen SDM
Seperti semua hal penting di dunia, pengelolaan SDM juga memiliki sejarah. Kita tidak seketika mengalami praktik SDM seperti yang kita dapatkan hari ini. Perubahan dunia yang makin cepat dan dahsyat menggarisbawahi makin pentingnya peran karyawan dalam membuat perusahaannya kompetitif. Banyak perusahaan telah mengalami kemajuan dalam usaha mereka memperbanyak karyawan yang unggul. Hal ini sebenarnya merupakan perkembangan yang baru.
Sampai sekitar 25 tahun yang lalu sebagian besar karyawan di kebanyakan perusahaan di Indonesia masih merupakan alat dan bisa disingkirkan begitu saja setelah kegunaannya berakhir. Paradigma bahwa nilai manusia dapat terus berkembang tak terbatas merupakan breakthrough yang menciptakan sangat banyak kemajuan bagi perusahaan yang mengerti dan mengadopsi paradigma baru ini.
Kita perlu mengetahui sejarah manajemen SDM dari zaman kegelapan itu sampai hari ini. Mengenal perjalanan ini akan mencegah kita melakukan kesalahan yang sama dan bahkan mungkin dapat membawa kita mengintip ke masa depan. Orang bilang sejarah berulang tetapi sejarah SDM tidak akan berulang. Kita hanya punya one way ticket untuk perkembangan SDM dan one way itu hanya ke depan.
SEMI-Perbudakan
Pendekatan karyawan yang paling primitif mungkin bisa kita namakan semi-perbudakan. Di sini, karyawan jauh lebih membutuhkan pemilik daripada pemilik membutuhkan karyawan. Karyawan memberikan hampir segalanya yang dia miliki, bahkan di beberapa kasus dia akan mengambil dari yang tidak dia miliki untuk tuannya. Apa pun yang diinginkan oleh pemimpin harus dilakukan karena karyawan telah “dibeli”.
Berbagai hal ikut menciptakan situasi seperti ini: lokasi perusahaan yang terisolasi, pemimpin yang sudah berkuasa secara turun-temurun, pekerjaan yang sangat sulit didapat, jumlah karyawan yang sangat banyak, mobilitas karyawan yang rendah, karyawan mendapatkan pinjaman uang dalam jumlah yang tak terbayar, monopoli perusahaan, dan berbagai hal lain yang mengikat karyawan.
Dalam suasana seperti ini, sering kali mutu karyawan agak terbatas. Mutu pemimpin biasanya juga Iebih terbatas daripada ,pemimpin yang telah lebih tercerahkan. Namun, perbedaan pengalaman dan pengetahuan antara pemimpin dan anak buah membuat pemimpin di sana menjadi makhluk yang paling mengerti, paling pandai, dan paling bijaksana. Solusi yang ditawarkan pemimpin biasanya memang yang terbaik di antara semua pemikiran yang ada. Pendapat yang mendominasi di lingkungan ini biasanya adalah “Pemimpin Selalu Benar”.
Bagian penanganan karyawan (sulit dipanggil departemen Sumber Daya Manusia) dipimpin oleh sejenis mandor atau bos. Sebagian besar tugas dari departemen mereka adalah mencari karyawan, membagikan gaji, mengontrol pekerjaan, dan menentukan siapa yang perlu dihukum.
Personalia
Tingkat selanjutnya adalah pendekatan “personalia”. Di perusahaan jenis ini, sebagian besar pemimpinnya percaya akan teori X dari Douglas McGregor bahwa semua karyawan pada dasarnya tidak senang bekerja sehingga perlu diawasi agar bekerja dengan baik. Karyawan bukan lagi budak, tetapi masih merupakan biaya yang harus dikendalikan. Semakin murah seorang karyawan, semakin baik.
Di perusahaan semacam ini ketidakpercayaan antara pemimpin dan karyawan biasanya sangat kental. Teori kinerja yang mendominasi pemikiran pemimpin dalam perusahaan semacam ini adalah teori punishment. Hal-hal yang salah dalam perusahaan dibereskan dengan ancaman dan hukuman karena punishment dianggap jalan tercepat, termurah, termudah, dan termanjur untuk memperbaiki kinerja yang buruk.
Pekerjaan dari departemen personalia adalah mencari karyawan, membagikan gaji, melakukan berbagai administrasi yang berhubungan dengan karyawan mulai dari masuknya sampai keluar.
Sumber Daya Manusia
Pendekatan SDM selanjutnya adalah pendekatan Sumber Daya Manusia di mana karyawan dianggap sebagai sumber daya bagi perusahaan. Di sini teori motivasi tradisional yang mendominasi adalah campuran dari teori Y dari McGregor, teori Kebutuhan dari Maslow dan teori Z dari Deming atau Ouchi. Pada intinya, pemimpin dengan pendekatan ini percaya bahwa manusia senang bekerja dan senang bertanggung jawab. Yang harus dilakukan oleh organisasi adalah menciptakan suasana yang akan membuat para karyawan memberikan usaha yang maksimal. Konsep yang sangat meluas di sini adalah The Right Man in the Right Place.
Dengan melihat manusia sebagai sumber daya, tugas departemen HR adalah memperoleh karyawan yang tepat bagi lowongan yang ada. Departemen HR menyadari bahwa perubahan terjadi baik di luar, di dalam maupun bagi karyawan itu sendiri. Solusi bagi semua perubahan ini adalah pengembangan kemampuan karyawan agar mereka dapat terus berkontribusi di lingkungan perusahaan.
Human Capital
Pendekatan yang dianggap lebih maju lagi adalah pendekatan Human Capital. Manusia bukan lagi salah satu sumber daya, tetapi merupakan modal atau set utama bagi sebuah perusahaan. Segala sesuatu yang ada di perusahaan adalah hasil kerja manusia sehingga mutu manusia yang ada dalam perusahaan menentukan nasib perusahaan itu sendiri.
Beberapa tokoh teori manusia juga lebih menyukai istilah Human Capital karena menurut mereka seorang karyawan (manusia) merupakan kombinasi dari 3 jenis modal yang dibutuhkan oleh perusahaan, yaitu: Social Capital, Knowledge Capital, dan Personal Capital. Ketiga jenis modal ini jelas mempunyai nilai tambah yang sangat penting bagi semua perusahaan.
Setiap karyawan merupakan perwujudan dari ketiga modal ini dan memainkan peran unik yang tidak bisa digantikan oleh faktor produksi dan pelayanan lain. Oleh sebab itu, sebuah organisasi dengan banyak human capital yang “hebat” akan mengalahkan organisasi yang human capital-nya tidak sehebat itu.
Teori manusia yang dominan di sini adalah kombinasi teori Good to Great, Strength Based Human Capital, dan Appreciative lnquiry.
“Setiap pendekatan ini memiliki kekuatan dan kelemahannya sendiri. Di berbagai perusahaan yang telah maju, berbagai pendekatan yang diambil adalah pendekatan “gado-gado” di mana pemimpin dan departemen SDM menggabungkan berbagai pendekatan untuk situasi mereka. Saya berpendapat, hal ini masih merupakan pendekatan terbaik. Kita perlu menyediakan Tool Box yang berisi bermacam-macam alat berbagai kebutuhan. Kalau kita hanya memiliki palu, kata pepatah, kita akan memandang semua situasi seperti paku.
Disarikan dari buku: Mengapa Departemen SDM Dibenci?, Penulis: Steve Sudjatmiko, Hal:1-6.