Dari Solder Ke Perang Korupsi
Johanes Danang Widoyoko adalah insinyur teknik elektro. Tapi, kabel dan solder tidak menggugah minatnya. Sejak kuliah di Fakultas Teknik Elektro Universitas Kristen Satya Wacana, Danang lebih suka bergiat dalam berbagai diskusi sosial-politik.
Sewaktu kuliah, Danang aktif Yayasan Geni dan pernah menjadi Pemimpin Redaksi majalah mahasiswa Fakultas Elektro “IMBAS”. Pergaulan Danang dengan Arief Budiman, George Aditjondro, dan Ariel Heryanto membuat wawasannya terbuka.
Setelah lulus kuliah, Danang memutuskan bergabung dengan Yayasan Percik di Salatiga. Selepas tahun 2000, Danang bergerak dari Salatiga menuju Jakarta.
Danang bergabung dengan Indonesia Corruption Watch (ICW) dengan posisi sebagai peneliti bidang mafia peradilan. Danang banyak terlibat dalam investigasi kasus-kasus korupsi di berbagai lembaga, baik BUMN, militer, dan birokrasi pemerintah. Selain itu, juga sangat aktif dalam pelatihan monitoring korupsi oleh masyarakat dengan kartu laporan serta melakukan kampanye publik mendorong pemberantasan korupsi, reformasi hukum, perlindungan saksi, dan hak atas informasi.
Danang sadar bahwa pilihannya aktif dalam upaya pemberantasan korupsi merupakan pilihan yang menyebabkan dirinya dimusuhi banyak pihak. Namun dia yakin bahwa pilihannya itu akan membawa kebahagian dan kepuasan batin.
Saat ini Danang menjabat sebagai Koordinator Badan Pekerja ICW. Komitmennya masih sama: melawan korupsi di Indonesia.
Kepada Para Pemimpin Masa Depan
Pernah suatu ketika di pertengahan 2002, saya bepergian ke Manila, Filipina. Ketika dari aiport menuju hotel, sopir taksi bertanya kepada saya. “Where are you come from, Sir?”. Saya jawab dari Indonesia. Terus sopir itu terus berkata, “Ah, Indonesia, the most corrupt country in the world”. Saya langsung shock mendengar komentar dari sopir taksi itu. Sebelumnya saya juga sudah tahu pada tahun itu, berdasarkan survey Corruption Perception Index, Indonesia memang dianggap sebagai negara yang paling korup di Asia.
10 tahun kemudian, bila kita cek lagi survey Corruption Perception Index, skor dan peringkat kita lebih baik daripada Filipina. Ini artinya ada perbaikan walaupun sesungguhnya baik Indonesia maupun Filipina sama-sama berada di jajaran negara dengan tingkat korupsi yang tinggi. Seandainya kita bisa lebih baik lagi memberantas korupsi, seandainya kita bisa melakukan reformasi birokrasi, atau seandainya kita bisa memaksa Presiden, politisi di DPR dan seluruh pemimpin politik kita untuk berani memberantas korupsi, tentu kita berada pada jajaran yang sama dengan negara-negara seperti Malaysia atau Singapura yang dianggap sebagai negara paling rendah korupsinya.
Pada tahun 1998, saya adalah mahasiswa yang ikut demonstrasi menentang kekuasaan Orde Baru. Akhirnya Orde Baru berhasil dijatuhkan setelah lebih dari 30 tahun berkuasa. Tetapi reformasi itu ternyata hanya menghilangkan Soeharto sementara para pendukungnya telah berganti rupa dan kini mampu beradaptasi dengan demokrasi, good governance dan aturan-aturan baru yang dibuat. Persoalan lainnya, para aktivis dan tokoh-tokoh reformis tidak mampu menahan kembalinya para pendukung kekuasaan Soeharto itu. Bahkan praktik korupsi turut dipraktikkan dan justru semakin meluas karena melibatkan banyak orang untuk turut bersama-sama memberantas korupsi.
Perjuangan memberantas korupsi kini tidak sesederhana seperti demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa pada 1998 lalu. Yang melakukan korupsi bukan lagi Soeharto atau kekuasaan “di sana” yang berjarak dari kita. Korupsi saat ini justru berada “di sini”, menjadi bagian dari kita dan bisa jadi tanpa sadar kita turut terlibat atau menjadi korban dari praktik korupsi. Korupsi tidak lagi hitam putih seperti pada masa lalu. Karena itu, mereka yang sekarang terlibat dalam praktik korupsi atau menghadang program pemberantasan korupsi justru adalah para politisi dan pemimpin yang lahir dari reformasi.
Reformasi membuka peluang bagi mereka untuk berkuasa, tetapi mereka pula yang saat ini berdiri depan menghadang tuntutan reformasi.
Surat ini saya tujukan kepada anda para pemimpin di masa depan untuk menunjukkan betapa besarnya tantangan untuk memberantas korupsi. Tentu saya berharap kelak anda bisa melakukan hal-hal yang jauh lebih baik daripada yang bisa saya dan teman-teman lakukan saat ini. Tantangan yang lebih berat menanti di masa depan, tetapi saya yakin anda bisa mengatasinya. Saya optimis anda semua mampu menuntaskan pemberantasan korupsi sehingga anda tidak perlu mendengar komentar dari sopir taksi di Manila seperti yang saya alami.
Sumber: Surat Dari & Untuk Pemimpin, Penulis: Johanes Danang Widoyoko, Hal: 63-64.