Dari Manajemen Logistik ke Manajemen Proyek dan Manajemen Strategis
Sejarah SATUNAMA tidak dapat dilepaskan dari USC-Canada yang didirikan si Ottawa, Canada yang didirikan di Ottawa, Canada pada tahun 1945 oleh Dr. Lotta Hichsmanova. USC-Canada adalah lembaga kemanusiaan yang didirikan untuk melayani warga miskin sebagai dampak perang Dunia II di negara-negara Eropa dan Amerika. Sejak tahun 1975 USC-Canada bekerjasama dengan DNIKS4 membantu berbagai panti asuhan, panti werda, pelayanan orang kusta, pemeberantasan penyakit lepra, program ibu dan anak, perbaikan gizi masyarakat. Karena itu semua program USC-Canada menerapkan program karitatif yang berpusat pada pemenuhan kebutuhan individu dengan fokus pada manajemen logistik. Fungsi utama lembaga melakukan penilaian (asssessment) terhadap usulan proyek atau program yang diajukan oleh yayasan-yayasan mitra DNIKS dari seluruh Indonesia. USC-Canada melakukan banyak perjalanan dinas ke lapangan guna melakukan monitoring dan evaluasi untuk memastikan bahwa semua program bantuan dijalankan dengan efektif dan sedapat mungkin efisien agar dana dapat melayani lebih banyak warga kurban.
Pergantian Representatives dari orang asing ke orang Indonesia, membuat lembaga lebih mudah mengadakan negosisasi dengan Departemen Sosial untuk mengurangi program karitatif dan masuk ke ranah pembangunan masyarakat. Kemitraan berubah dari kerjasama dengan organisasi sosial (orsos) ke LSM, antara lain: LP3ES di Jakarta, YIS-Surakarta, dan Yayasan Dian Desa di Yogyakarta. Pergaulan dengan LSM memberi warna baru sebab manajemen mereka sudah masuk ke manajemen proyek bahkan beberapa LSM sudah menggunakan model perencanaan partisipatif seperti model LFA dan ZOPP. Model PCM baru masuk tahun 1992 dalam lingkungan terbatas. Sementara RBM baru pada tahun 1993 diperkenalkan oleh CIDA di Ottawa. Berbagai model perencanaan partisipatif tersebut memacu beberapa LSM mengimplementasikan pengelolaan lembaga yang relatif lebih dinamis didasari kerangka berpikir kausalitas (cause-effect), sistem, mementingkan jaringan kerja yang lebih luas, merujuk cara berpikir positivis linear, mengutamakan ide kebersinambungan (sustainability). Karena itu beberapa LSM daerah menjadi lebih dinamis dan meninggalkan LSM karitatif terpisah dari LSM developmentalis. Dalam periode tersebut banyak LSM yang sudah menggunakan logika manajemen strategis, sementara banyak LSM karitatif masih menolak penggunaan manajemen sebagai cara mengembangkan lembaga maupun programnya. Dengan status sebagai USC-Canada Indonesia Office, SATUNAMA didorong melakukan kegiatan-kegiatan pengembangan kapasitas, melatih cara berpikir (strategic thinking), merancang cara mengelola organisasi secara strategis (strategic management), karena itu SATUNAMA harus belajar terus-menerus dan maju lebih awal dari LSM lain yang menjadi dampingan. Dengan pengalaman melakukan transformasi dari organisasi asing menjadi organisasi Indonesia, beberapa organisasi asing minta jasa pelayanan fasilitasi untuk membantu proses transformasi mereka di Indonesia, sayang terhambat berbagai masalah internal organisasi.
Pada periode 1980-1990-an muncul beberapa ketegangan antar LSM karena perbedaan paradigma berpikir serta perbedaan dalam cara mengelola arah dan strategi organisasi. Ada dugaan Pemerintah Orba ikut ambil bagian dalam perpecahan antar LSM karena ideologi populis lebih mengahsilkan sikap kritis yang merepotkan pemerintah Orde Baru, sehingga pemerintah lebih suka bekerja sama dengan LSM yang karitatif. Kesulitan berkomunikasi antar LSM yang karitatif. Kesulitan berkomunikasi antar LSM juga terjadi antara LSM kecil (LINGO) dan LSM besar (BINGO) disebabkan cara berpikir dan cara mengelola lembaga yang bisa merugikan LSM kecil. LSM besar cenderung menguasai kerjasama dengan donor internasional sementara LSM kecil tidak mendapatkan akses yang cukup karena kemampuan manajerialnya yang terbatas serta ketertinggalan dalam kecakapan berkomunikasi. Ketegangan antara LSM besar dan kecil dampak dalam peristiwa musyawarah antara LSM besar dan kecil tampak dalam peristiwa musyawarah antar LSM di Bukittinggi, Padang dan Purwokerto. Pada awal 1980-an hingga awal 1990-an, posisi SATUNAMA sebagai USC-Canada Indonesia Office lebih dekat dan berpihak pada LSM kecil karena fungsinya. Namun dalam kegiatan advokasi kebijakan publik, SATUNAMA amat sering bekerja sama dengan LSM besar di Jakarta yang mampu melakukan lobby dan negosiasi dengan pemerintah. Dalam posisi tersebutlah cara berpikir strategis dan cara mengelola lembaga secara strategis serta strategi program model 3R dapat menjadi alat ampuh untuk membangun sinergi di semua tingkatan secara efektif dan efisien.
Disarikan dari buku: Jurnal Akuntabilitas Organisasi Masyarakat Sipil (Otokritik Akuntabilitas Internal Governance LSM), Penulis: Methodius Kusumahadi, Hal: 8-9.