Contoh Bankir yang Seharusnya
Bukan pekerjaan mudah mengisahkan kehidupan Djohan EmirSetijoso. Lelaki berperawakan tinggi sedang ini menampilkan sosok bankir yang seharusnya: tak banyak bicara dan menjauh dari sorot lampu publikasi. Tapi nama Setijoso tak mudah dilepaskan dari Bank Central Asia.
Hubungan erat itu bermula dari masa krisis 1997-1998. Ketika itu dunia perbankan di Tanah Air sedang gonjang-ganjing. Gelombang ketidak percayaan publik membuat BCA dilanda rush. Jutaan nasabah mengambil uang dari anjungan tunai mandiri (ATM) di berbagai sudut negeri. Kerusuhan Mei 1998 memperburuk situasi. Tak sedikit kantor cabang BCA dan ATM dibakar. Bank yang didirikan Sudono Salim pada 1957 ini menjadi sasaran amarah massa.
Bank sesehat apa pun pasti kolaps dihadapkan pada situasi itu. Kapal BCA nyaris karam. Bank ini menjadi pasien Badan Penyehatan Perbankan Nasional. Suntikan dana likuid dari pemerintah ditukar dengan kepemilikan 22,55 persen saham. Restorasi kepercayaan publik digeber, satu di antara jurus-jurusnya adalah mengukuhkan kebanggaan karyawan, bersama mengembalikan denyut nadi perusahaan.
Pada akhir 1998 kapal yang hampir karam kembali berlayar gagah. Aset BCA pada Desember 1998 tercatat Rp 67,93 triliun nilai yang bahkan melampaui aset sebelum krisis, yakni Rp 53,36 triliun pada 1997. Pada 1999, BCA merekrut Setijoso untuk mengawal pemulihan kondisi bank. Bukan pekerjaan mudah. Banyak proses yang harus diawasi, terutama berkaitan dengan skema restrukturisasi yang digarap bersama BPPN.
Setijoso membuktikan diri bertangan dingin. Hanya dua tahun setelahkrisis 1998, BCA masuk bursa dan resmi menjadi perusahaan terbuka. Pada 2001, BCA dinyatakan sehat dan lepas dari status pengawasan BPPN.
Generasi muda Indonesia, anda hidup di Negara yang selalu bangkit dan menjadi lebih jaya setiap kali di terpa krisis.
Saya mulai bekerja di perbankan tepatnya di BRI setelah lulus dari IPB permulaan tahun 1965, sebagaimana kita ketahui pada bulan September 1965 terjadi prahara yang disusul dengan kekacauan multi dimensi, yaitu di bidang poltik, dan sosial ekonomi.
Ekonomi kita terpuruk dengan inflasi yang pada suatu saat mencapai 600%, Perbankan pada saat ituturut mengalami kesulitan.
Namun ternyata Indonesia berhasil bangkit dan berkembang, termasuk perbankan pun berkembang dengan pesat. Perkembangan yang pesat ini menjadikan kita lupa diri, dan menjadi perkembangan tanpa perhitungan sehingga kita pun tersesat dalam Krisis Asia 97/98.
Seperti apa yang telah dicapai musnah dalam waktu singkat
Kami di tugaskan di BCA pada bulan Mei 1998 bersamaan dengan di ambil alihnya BCA oleh pemerintah (BPPN) karena kesulitan-kesulitan yang dialami Bank karena krisis. BCA tidak hanya diterpa persoalan keuangan, tetapi juga mengalami malapetaka karena Cabang-cabang dan ATM-nya menjadi target kerusuhan.
BCA bangkit dengan cepat dan setelah di rekapitalisasi Pemerintah pada tahun 1999, BCA diminta untuk go public pada bulan Mei 2000. Pada waktu itu menjual saham Bank “Indonesia” khususnya di Luar Negeri bukan pekerjan mudah.
Namum sama seperti krisis tahun 1965, ditahun 1998 Indonesia pun bangkit
Ekonomi Indonesia bangkit dari katerpurukannya dan Bank-Bank, khususnya BCA telah berkembang dan menjadi lembaga keuangan yang bermanfaat dan memberikan jasa-jasa keuangan pad lebih banyak nasabah dengan nilai tambahan dan jangkauan yang lebih luas.
BCA menjadi primadona dan saham-sahamnya menjadi “blue-chip”.Yang menjadi tekad saat ini adalah untuk “tidak lupa diri” dan selalu siap seandainya terjadi “down-cycle”.
“Life has it ups and downs”, jangan putus asa pada masa-masa sulit, jangan lupa diri pada saat gelombang pasang.
“Dan masa depan akan menjadi milikmu”.
Sumber: Surat Dari & Untuk Pemimpin, Penulis: Djohan Emir Setijoso, Hal: 188-189.