Community Development (Comdev) dalam CSR
Comdev diyakini merupakan sebuah aktualisasi dari CSR yang lebih bermakna daripada hanya sekadar aktivitas charity ataupun 7 (tujuh) dimensi CSR lainnya, antara lain: community relation. Hal ini juga disebabkan karena dalam pelaksanaan Comdev, terdapat kalaborasi kepentingan bersama antara perusahaan dengan komunitas, adanya partisipasi, produktivitas dan keberlanjutan. Dalam perwujudan Good Corporate Citizenship (GCC) maka Good Corporate Citizenship (GCC) merupakan komitmen dunia usaha untuk mewujudkannya.
Dalam aktualisasi GCC, maka kontribusi dunia usaha untuk turut serta dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat harus mengalami metaforfosis, dari aktivitas yang bersifat charity menjadi aktivitas yang lebih menekankan pada penciptaan kemandirian masyarakat, yakni program pemberdayaan. Metaforfosis tersebut antara lain pernah diungkapkan oleh Za’im Zaidi (2003), secara detail dapat dilihat dalam table berikut:
Table 1.1 Karakteristik Tahap-Tahap Kedermawanan Sosial
Paradigma |
Charity |
Philanthropy |
Good Corporate Citizenship (GCC) |
Motivasi | Agama, tradisi, adapatasi | Norma, etika dan hukum universal | Pencerahan diri & rekonsiliasi dengan ketertiban sosial |
Misi | Mengatasi masalah setempat | Mencari dan mengatasi akar masalah | Memberikan kontribusi kepada masyarakat |
Pengelolaan | Jangka pendek, mengatasi masalah sesaat | Terencana, terorganisir dan terperogram | Terinternalisasi dalam kebijakan perusahaan |
Pengorganisasian | Kepanitiaan | Yayasan/dana abadi/ profesionalitas | Keterlibatan baik dana maupun sumber daya lain |
Penerima manfaat | Orang miskin | Masyarakat luas | Masyarakat luas dan perusahaan |
Kontribusi | Hibah sosial | Hibah pembangunan | Hibah (sosial dan pembangunan serta keterlibatan sosial |
Inspirasi | kewajiban | Kepentingan bersama |
Sumber: Za’im Zaidi, sumbangan sosial perusahaan, 2003, hal. 130.
Dari table 1.1 dapat dilihat bahwa terdapat hal penting yang membedakan antara aktivitas charity dengan philanthropy antara lain bahwa dalam aktivitas philanthropy aktivitas lebih didorong oleh norma, dan etika hukum, bukan sekedar untuk memenuhi kewajiban, selain itu inspirasi aktivitas adalah untuk memenuhi kepentingan semua pihak, baik perusahaan maupun komunitas, dengan demikian tampak bahwa Comdev merupakan ruh pelaksanaan aktivitas CSR perusahaan. Khususnya di Indonesia pelaksanaan kegiatan CSR memang tampaknya lebih pas dengan program pemberdayaan masyarakat (Comdev). Diharapkan dengan aktivitas CSR yang bernapaskan Comdev dapat mencapai tujuan strategis perusahaan, di samping untuk mencapai profit optimum, juga dapat bermanfaat bagi komunitas. Di sisi lain, dengan adanya aktivitas tersebut, komunitas memiliki mitra yang peduli terhadap kemandiriannya.
Konsep Comdev
Pemberdayaan masyarakat (Comdev) intinya adalah bagaimana individu, kelompok atau komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai keinginan mereka (Shardlow, 1998).
Comdev memiliki fokus terhadap upaya membantu anggota masyarakat yang memiliki kesamaan minat untuk bekerja sama, dengan mengidentifikasi kebutuhan bersama dan kemudian melakukan kegiatan bersama untuk memenuhi memenuhi kebutuhan tersebut. Comdev sering kali diimplementasikan dalam bentuk (a) proyek-proyek pembangunan yang memungkinkan anggota masyarakat memperoleh dukungan dalam memenuhi kebutuhannya atau melalui (b) kampanye dan aksi sosial yang memungkinkan kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat dipenuhi oleh pihak-pihak lain yang bertanggung jawab (Payne, 1995:165).
Konsep comdev terdiri dari dua hal, yaitu “pengembangan” dan “masyarakat”. Secara singkat, pengembangan atau pembangunan merupakan usaha bersama dan terencana untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Bidang-bidang pembangunan biasanya meliputi 3 (tiga) sektor utama, yaitu ekonomi, sosial (termasuk didalamnya: bidang pendidikan, kesehatan dan sosial-budaya), dan bidang lingkungan (Mayo. 1998:162).
Sedangkan masyarakat dapat diartikan dalam dua konsep, yaitu:
- Masyarakat sebagai sebuah “tempat bersama”, yakni sebuah wilayah geografi yang sama. Sebagai contoh, sebuah rukun tetangga, perumahan didaerah perkotaan atau sebuah kampung di wilayah pendesaan.
- Masyarakat sebagai “kepentingan bersama”, yakni kesamaan kepentingan berdasarkan kebudayaan dan identitas. Sebagai contoh, kepentingan bersama pada masyarakat etnis minoritas atau kepentingan bersama berdasarkan identifikasi kebutuhan tertentu seperti halnya pada kasus para orangtua yang memiliki anak dengan kebutuhan khusus (anak cacat fisik) atau bekas para pengguna pelayanan kesehatan mental.
Prinsip-prinsip Comdev
Prinsip-prinsip yang sebaiknya dipegang dalam pengembangan masyarakat (berdasarkan acuan dari ICSD,2004) antara lain:
Kerja sama, bertanggung jawab, mengetengahkan aktivitas komunitas yang tidak membedakan laiki-laki dan perempuan, dan memobilisasi individu-individu untuk tujuan saling tolong-menolong diri sendiri, memecahkan masalah, integrasi sosial, dan atau tindakan sosial.
Pada tingkat masyarakat yang paling bawah, partisipasi harus ditingkatkan, dan mengedepankan demokrasi ideal dari partisipatori dalam kaitannya dengan sifat apatis, frustasi dan perasaan-perasaan yang sering muncul berupa ketidak mampuan dan tekanan akibat kekuatan struktural.
Sebanyak mungkin ada kemungkinan dan kesesuaian, Comdev harus memercayakan dan bersandar pada kapasitas dan inisiatif dari kelompok relevan dan komunitas lokal untuk mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan, mengidentifikasi masalah-masalah, dan merencanakan serta melaksanakan pelatihan tentang tindakan, dalam hal ini tujuannya adalah mengarah pada kepercayaan diri dalam kepemimpinan komunitas, menignkatkan kompotensi dan mengurangi ketergantungan pada negara, lembaga dan intervensi professional.
Sumber daya-sumber daya komunitas (manusia, teknik dan finansial), dan kemungkinan sumber daya dari luar komunitas (dalam bentuk kerja sama dengan pemerintah, lembaga-lembaga dan kelompok professional) harus dimobilisasi dan kemungkinan untuk diseimbangkan dalam bentuk berkesinambungan dalam pembangunan.
Kebersamaan komunitas harus dipromosikan dalam bentuk tipe (1) hubungan sosial, di dalam keberbedaan kelompok dipisahkan melalui kelas sosial atau perbedaan yang signifikan dalam status ekonomi, suku bangsa, identitas ras, agama, gender, usia, lamanya tingggal, atau karakterisktik lainnya yang mungkin menyebabkan peningkatan atau membuka konflik, (2) hubungan struktural, di antara pranata-pranata tersebut, seperti sektor-sektor publik, organisasi sektor pribadi, organisasi nirlaba atau charity, dan organisasi kemasyarakatan serta asosiasi yang memiliki perhatian terhadap kesejahteraan sosial pada tingkat komunitas.
Aktivitas-aktivitas seperti meningkatkan perasaan solidaritas di antara kelompok-kelompok marginal dengan mengingatkannya dengan kekuatan perkembangan dalam sektor-sektor dan kelas sosial untuk mencari kesempatan ekonomi, sosial dan alternatif politik. Memberikan kemampuan bagi kelompok-kelompok marginal untuk melakukan perubahan dari dalam kelompok tersebut.
Philip Kotler dan Nancy Lee (1974) berpendapat bahwa aktivitas CSR haruslah berada dalam koridor strategi perusahaan yang diarahkan untuk mencapai bottom line business goal seperti mendongkrak penjualan dan pangsa pasar, membangun positioning merek, menarik, membangun, memotivasi loyalitas karyawan, mengurangi biaya operasional hingga membangun citra korporat dipasar modal. Dengan argumentasi tersebut, dapat dilihat bahwa CSR bukan merupakan aktivitas tempelan atau aktivitas yang terpinggirkan, tapi merupakan denyut nadi perusahaan.
Disarikan pada buku: CSR dalam Praktik di Indonesia, Pengarang: Jackie Ambadar, Hal: 34-39.