Bersama Sembuhkan Bumi
Awalnya Boedi Krisnawan Suhargo adalah developer. Tak sedikit gedung dan kompleks perumahan di Jakarta yang pernah dia bangun. Sampai kemudian, pada 2006, stroke membuatnya jatuh. Berbulan-bulan dia hanya berbaring di ranjang.
Suatu kali, di tengah sesi akupuntur, Boedi berdoa. Jika diberi kesembuhan, dia ingin berbuat sesuatu yang berguna. Benar. Terapi akupuntur itu menjadi juru selamat Boedi. Dia sembuh. Saatnya menunaikan janji.
Boedi telah lama gelisah menyaksikan kondisi tanah sepanjang Parung, Bogor. Batu, kerikil, tanah di kawasan ini digali. Isi bumi parung menuju kompleks pembangunan di berbagai lokasi di Jakarta.
Bertahap, Boedi membeli 100 hektare lahan kritis di Desa Jagabaya, Parung, Kabupaten Bogor. Dia mengajak kawan-kawannya patungan investasi.
Maka, dimulailah perjalanan “Villa Hutan Jati (VHJ)-Bersama Sembuhkan Bumi”. Tanah bopeng-bopeng yang kehilangan lapisan subur (top soil) diberi terapi. Dia membuat kompos, menumpuknya secara masif di atas tanah kritis. Rumput ditanam di atasnya demi memulihkan tekstur tanah. Berbulan-bulan kemudian lahan siap ditanami.
Boedi membuat danau buatan seluas 18 hektare. Kini, siklus hidrologis di kawasan itu sudah kembali normal. Burung bangau, aneka reptil, nyaman berdatangan. pertanda ekosistem perlahan pulih.
Kini, VHJ sudah hijau. Bagai oasis di Parung yang gersang. Pohon jati berbaris rapi. Tajuknya rapi terpangkas. Batangnya tumbuh rata. Siap dipanen memasok kebutuhan pasar akan kayu yang ramah lingkungan.
Tak hanya pohon jati. Boedi mengundang masyarakat sekitar untuk bertanam jagung, padi, dan pepaya. Para petani dari berbagai daerah, dari Magelang, Flores, sampai Papua, datang ke VHJ. Mereka belajar bertani secara efektif.
Tentang Tanah yang Sudah Mati dan Hidup Kembali
Kepada pimpinan masa depan,
Saya menuliskan surat ini dari keyakinan yang benar terbukti. Tentang tanah yang habis-habisan digali. Tanah yang mati dan terus menerus dieksploitasi, yang kemudian bisa dikonservasi dan hidup kembali. Tanah mati yang kembali bisa ditanami, untuk belajar dan bertani. Tanah yang kini bernama Villa Hutan Jati.
Tanah kritis yang hidup lagi itu memberi getaran, perlahan kembali melahirkan kehidupan kecil bernama bakteri dan mikroba. Tanah yang membuat saya menemukan bahwa kehidupan kecil sederhana itulah yang menopang kehidupan-kehidupan besar di atasnya.
Jika negeri ini menjadi kritis karena banyak penyimpangan, habis-habisan dieksploitasi oleh keserahkan, mengapa tidak kita sambut tantangan untuk menghidupkan kembali negeri ini?
Jika rakyat kecil terlalu lama dibiarkan dalam kemiskinan, selalu diadu domba atas segala cara, mengapa tak kita bela mereka? Karena merekalah sesungguhnya penopang negeri ini?
Saya menuliskan ini dari keyakinan yang telah benar terbukti. Saya mengajak semua kembali menghidupkan tanah dan pertanian, menjadikannya tulang punggung negara dan kehidupan. Bangsa yang bermartabat adalah bangsa yang berdaulat atas kebutuhan pangannya. Bangsa yang hebat adalah bangsa yang berani kembali menunjukan jati diri.
Saya tak menemukan yang lebih berarti daripada keberanian mengikuti kata hati. Keberanian membela negeri yang kita cintai, dalam persaudaraan dan semangat saling mengasihi. Memperlakukan saudara sebangsa sebagaimana diri sendiri. Membangun perekonimian desa hingga pelosok negeri, melahirkan generasi yang bangga berjati diri.
Tanpa membeda-bedakan, untuk satu Indonesia.
Jakarta, 04 Juli 2012
Sumber: Surat Dari & Untuk Pemimpin, Penulis: Boedi Krisnawan Soehargo, Hal: 304-306.