Berpucuk di Jalur Klasik
Momen paling indah itu datang dalam kehidupan Addie Muljadi Sumaatmadja. Bersama Twilite Orchestra yang dipimpinnya, Addie MS menggelar konser musik klasik di tanah Eropa, surga para pemusik klasik dunia. Ia menggelar konser di Bratislava, Slowakia dan di Berlin, Jerman, pada Juni 2012.
Di Eropa itu, ia ingin menunjukkan bahwa pemusik Indonesia tak hanya cakap memainkan musik-musik etnis tradisional. Ini dirasakannya saat mensurvei concert hall (Konzerthaus) di Berlin. Pengelola gedung menyangkanya akan menggelar orkes gamelan. “Ibarat anak kucing bermain di kandang singa,” kata Addie.
Ia menjawab keraguan dengan tampil di depan 1.500 penonton. Begitu selesai, audiens standing ovation hingga tiga kali. “Rasanya merinding, boleh dibilang mission accomplished,” kata Addie.
Kebanggaan Addie ini tak dicapai dalam sekejap. Puluhan tahun ia merintisnya. Sang tantelah yang menularkan kecintaan Addie pada musik klasik. Saat dia masih sekolah menengah pertama, sang tante suka memainkan lagu-lagu klasik di hadapannya. Addie juga kerap menikmati koleksi musik klasik orang tuanya.
Sejak itu, Addie sudah mengetahui takdirnya sebagai musisi. Bahkan, dengan keyakinannya itu, penggubah lagu ini berani memberikan penawaran kepada orang tuanya agar tak kuliah seperti tujuh saudaranya. Setelah lulus sekolah menengah atas pada 1979, Addie menawar hanya menumpang makan dan tidur di rumah orang tua mereka tanpa meminta uang. “Insya Allah nggak jadi gembel walau tak akan jadi konglomerat,” kata Addie.
Kini ia memberi bukti. Tak cuma dikenal sebagai seorang konduktor, Addie juga mahir memainkan tuts piano, menjadi pencipta lagu, komposer, arranger, dan sekaligus produser musik. Twilite pun terdaftar sebagai anggota American Symphony Orchestra League sejak 1995. Dan di Eropa, kebahagiaannya berpucuk.
Surat Addie MS
Adik-adikku,
Aku ingin bercerita dulu. Juni kemarin aku ke Bratislava dan Berlin (Eropa Timur) untuk unjuk kebolehan Twilight Orchestra. Bermain orkestra di Eropa, itu tantangan tersendiri karena Mozart dulu banyak menghabiskan hidupnya khususnya di Praha. Jadi, auranya luar biasa untuk membawakan lagu-lagu mereka, ibarat anak kucing yang mau bermain di kandang singa. Tantangannya ialah ingin menunjukan pada dunia bahwa Indonesia bukan hanya sekadar musik-musik etnis tradisional saja.
Suka atau tidak suka kalau ingin dinilai menjadi bangsa yang maju kita tidak bisa hanya stay di musik etnik saja, tidak ada yang seperti itu. Jepang misalnya. Jangan tanya soal tradisinya tapi kalau soal musik klasiknya, orkestranya, konduktornya, violinist-nya mereka itu sudah tingkat dunia dan orang sudah tidak memandang sebelah mata kepada mereka. Begitu juga dengan Cina, Korea Utara, dan Korea Selatan, sekarang Singapura dan Malaysia. Bahkan di Singapura, negara sekecil itu, orkes simfoninya didirikan 30 tahun yang lalu dan sudah main di lebih dari 80 kota-kota di mancanegara termasuk Berlin. Mereka sadar bahwa musik simfoni adalah salah satu diplomasi budaya yang sangat efektif.
Sedangkan Indonesia? Waktu aku datang ke Concert Hall di Berlin untuk survey, aku malah ditanya ini orkes gamelan ya? Aku jawab, “O bukan ini simfoni”. Nah begitu kita tampil, audience 95 persen orang Jerman, begitu selesai mereka standing ovation sampai 3 kali. Semua penontonnya sampai yang di balkon-balkon atas begitu masuk ke dalam sampai di belakang langsung “Congratulation”. Padahal sebelumnya hanya dipandang sebelah mata dan itu yang main musisi Indonesia semua.
Jadi bayangkan, Indonesia dengan 200 juta-an rakyat dan selama berdiri atau merdeka baru kali ini bisa menunjukan pada dunia khususnya Jerman/Berlin bahwa Indonesia punya orkestra simfoni. Yang membahagiakan, kami melakukannya di Concert Hall bersejarah, tidak sembarang orang boleh main disana.
Pesanku untuk anak muda sekarang,
Anak muda sekarang, dalam bermusik, sungguh hidup dalam kondisi yang amat beruntung. Kenapa? Karena hidup di jaman yang sudah bergelimang informasi yang dulu saya tidak mengalaminya. Dulu, mau belajar orkestra harus cari bukunya. Di sini tidak ada yang jual, mau cari aransemen tidak ada yang jual. Saya juga harus nabung atau beli di Amerika memakai Money Order, kalau jaman sekarang beli online.
Bayangkan sekarang itu ada di YouTube, di Internet dan informasi apa sih yang gak ada di Wikipedia? Segalanya ada. Jadi harusnya anak muda sekarang mempunyai prestasi yang jauh di atas orangorang dari generasi seperti aku ini, kalau sampai di bawah berarti ada sesuatu yang tidak benar.
Sementara dulu itu informasi sedemikian berharga sampai kita harus mengais-ais, sekarang bergelimpangan. Yang sulit untuk anak muda jaman sekarang me-manage waktu mereka sehingga mereka tidak terkubur oleh informasi yang sedemikian hebatnya, tapi tantangannya adalah kemampuan untuk memilah/menentukan mana yang perlu dan mana yang tidak perlu. Jadi bersyukurlah karena banyaknya informasi tetapi berhati-hatilah dalam proses pemilahan kalau tidak mau justru terkubur dalam informasi yang dasyat ini.
Dalam soal kebangsaan, bahwa dengan teknologi informasi komunikasi yang seperti ini, negara atau batas wilayah bangsa tertentu sudah semakin kabur sedemikian rupa sehingga aku menangkap sinyal di beberapa anak muda sudah tidak peduli gue bangsa Indonesia. Mudah-mudahan tidak kebablasan seperti itu. Mudah-mudahan tetap ada rasa kebangsaan di mana kalau kita cari ilmu keluar negeri tetap ujung-ujungnya semua itu didedikasikan juga untuk Bangsa dan Negara bukan hanya diri sendiri dan masa bodoh yang penting “Gue” go International dan sukses untuk diri sendiri ya kalau bisa go International untuk Bangsa Indonesia.
Pokoknya serba Indonesia dan kembali ke Tanah Air mudah-mudahan itu yang tidak dilupakan oleh anak muda.
Sumber: Surat Dari & Untuk Pemimpin, Penulis: Addie Muljadi Sumaatmadja, Hal: 22-24.