Apakah Kita Seorang Prokrastinator?
Oleh: Agustine Dwiputri.
Penundaan adalah memperlambat atau menghindari melakukan sesuatu yang harus dilakukan. Hal ini wajar bila dilakukan sesekali.
Namun, penundaan yang berlebihan dapat menyebabkan perasaan bersalah karena tidak melakukan tugas ketika harus dilakukan. Hal ini juga dapat menyebabkan kecemasan karena tugas masih tetap harus diselesaikan. Singkatnya, penundaan yang berlebihan dapat mengganggu kesuksesan pribadi. Saya akan membahas masalah yang banyak kita alami ini.
Prokrastinasi
Orang yang suka menunda pekerjaan disebut sebagai prokrastinator (procrastinator). Menurut Steven Kotler, dalam Psychology Today, terbitan Oktober 2009, tindakan prokrastinasi mencerminkan rasa ”lapar” dari otak kita untuk merasa oke (baik-baik saja) pada saat ini, tapi tidak menuai keuntungan untuk nanti.
Setiap orang melakukan penundaan, namun tidak semua orang menjadi prokrastinator. Studi di Amerika akhir-akhir ini menemukan bahwa antara 20 persen dan 25 persen dari populasi adalah prokrastinator.
Psikolog mengartikan penundaan sebagai kesenjangan antara niat/intensi dan tindakan. Prokrastinator kronis merasa buruk tentang keputusan mereka untuk menunda—dan ini membantu membedakan penundaan dari kemalasan. Orang malas menunjukkan tak adanya keinginan, sedangkan pada prokrastinator ada keinginan untuk memulai sesuatu, tetapi secara konsisten kehilangan selera dan ingin memperlambat, yang bukan perlambatan biasa.
Penundaan dipertimbangkan sebagai sesuatu yang tak perlu, sering secara tidak rasional memperlambat beberapa tugas penting untuk melakukan hal yang kurang penting, tapi tampaknya lebih menguntungkan. Hal itu disertai dengan perasaan negatif—rasa bersalah dan kecemasan yang berkelanjutan—suatu cara di mana kita tahu bahwa kita tidak melakukan apa yang seharusnya kita lakukan.
Prokrastinasi dapat mengakibatkan stres, rasa bersalah dan krisis, sangat kehilangan produktivitas pribadi, serta ketidaksetujuan sosial karena tidak memenuhi tanggung jawab atau komitmen.
Penyebab
Piers Steel (1996) menyimpulkan bahwa akar penundaan muncul dari empat faktor yang saling terkait, yaitu: 1) harapan seseorang untuk sukses pada tugas yang diberikan; 2) nilai dari tugas; 3) kebutuhan seseorang akan kepuasan segera/kepekaan untuk menundanya; dan 4) impulsivitas.
Harapan akan kesuksesan pada dasarnya adalah suatu ukuran kepercayaan diri. Semakin kecil tingkat percaya diri Anda, semakin kecil kemungkinan untuk menunda tugas. Nilai tugas adalah kombinasi dua hal: betapa menyenangkan suatu pekerjaan dan apa artinya pekerjaan ini bagi Anda serta kehidupan Anda. Makin menyenangkan dan makin berarti, akan mengurangi penundaan.
Kebutuhan akan kepuasan segera tampak pada berapa banyak waktu yang akan berlalu sebelum Anda dihargai untuk melakukan pekerjaan dan seberapa butuh Anda terhadap hadiah untuk penyelesaiannya. Anda akan lebih mudah untuk menyelesaikan laporan minggu depan jika hasilnya Anda langsung mendapat promosi. Namun jika promosi harus menunggu sampai akhir tahun yang masih enam bulan lagi, maka keinginan untuk mengabaikan laporan jadi meningkat.
Akhirnya, impulsivitas mengukur seberapa mudahnya Anda terganggu. Semakin mudah Anda terbawa pada gangguan, semakin besar kesempatan Anda menunda. Perhitungan seberapa besar kemungkinan seseorang untuk menunda, tergantung pada kepercayaan diri seseorang dikalikan dengan seberapa penting/ menyenangkannya suatu tugas yang diberikan (yang dibagi dengan seberapa butuh Anda akan hadiah untuk menyelesaikan), lalu dikalikan dengan seberapa mudah terganggunya Anda.
Cara mengatasi
Beberapa tips/strategi berikut yang dapat dijalani secara berurutan, berdasarkan penelitian Timothy Pychyl (2009), akan membantu kita menjauh dari julukan seorang prokrastinator.
1. Perjalanan waktu
Kita perlu lebih sering dan cermat menggunakan citra mental yang konkret tentang masa depan, menampilkan masa depan seolah-olah itu terjadi di masa sekarang. Perencanaan seharusnya tidak menjadi gagasan abstrak mengenai ”melakukannya besok”. Pikirkan tugas dalam konteks hari ini yang nyata dan pikirlah hati-hati tentang bagaimana perasaan kita tentang tugas-tugas ini.
2. Jangan mengalah pada ”perasaan oke”: jangka pendek tercapai, jangka panjang melambai.
Ketika gagal mengatur diri, sering kali dikarenakan kita lebih mengutamakan perbaikan emosional jangka pendek daripada tujuan jangka panjang. Contoh, tugas di tangan membuat kita merasa cemas atau kewalahan, maka kita ”menyerah pada merasa oke”, lalu mencari bantuan emosional segera, dan kita malah pergi, meninggalkan tugas untuk besok.
Kita perlu mengakui adanya emosi negatif, tetapi kita bisa tetap memulainya. Kemajuan hasil kerja akan memberikan motivasi bagi langkah berikutnya. Hanya dengan mulai mengerjakan, emosi negatif akan berlalu.
3. Mengurangi Ketidakpastian dan Gangguan.
Selain membuat konkret tugas kita, sangat penting untuk mengurangi ketidakpastian tentang bagaimana melanjutkannya, dan kalau sudah waktunya untuk bertindak, penting untuk mengurangi gangguan yang ada. Kita matikan e-mail, mengisolasi diri sebanyak kita bisa, dan memastikan lingkungan sekitar akan memperkuat tekad dan fokus kita, bukan merusak usaha kita.
4. Tekad yang kuat.
Kekuatan tekad adalah seperti otot. Kita dapat lebih cepat merasa lelah dari yang mungkin dibayangkan, dan ketika kita melakukannya kita kehilangan kemampuan untuk mengatur perilaku. Salah satu cara cepat untuk memperkuat tekad kita agar kita tetap bertahan pada tugas adalah dengan mengingatkan diri pada nilai-nilai yang kita yakini.
Azim Jamal dalam bukunya Jangan Tunda untuk Bahagia (terbitan tahun 2009, terjemahan, halaman 305-306) menceritakan sebuah perumpamaan yang sangat menggugah pikiran. Bayangkan ada sebuah bank yang memasukkan ke dalam rekening Anda secara teratur setiap pagi sebesar 86.400 dollar AS. Jumlah sebesar itu Anda peroleh setiap hari, tidak lebih dan tidak kurang. Tidak ada bunga, tak ada beban yang harus Anda bayar.
Namun, setiap malam bank itu membatalkan setiap sen yang tak Anda pergunakan pada hari itu. Jika ada bank seperti itu, apa yang akan Anda lakukan? Tentu saja Anda akan menarik semua uang di rekening Anda itu, kemudian membelanjakan semuanya, setiap sennya.
Dan beruntunglah, semua manusia punya bank semacam itu. Ia disebut waktu. Setiap pagi, ia memberi kita 86.400 detik. Dan pada setiap malam, ia membatalkan dan menghapus detik-detik yang tidak kita pergunakan pada hari itu. Tak ada saldo waktu yang tersisa dalam rekening harian kita. Setiap pagi ia kembali memberi kita 86.400 detik untuk dihidupi. Selalu begitu setiap hari.
Jadi, kita perlu memanfaatkan waktu yang telah diberikan kepada kita. Waktu yang terbuang sia-sia tak akan pernah tergantikan. Kesempatan yang kita biarkan hilang dan berlalu tak akan pernah kembali.
Mari sama-sama berusaha.
Sumber: KOMPAS, Minggu, 15 Mei 2011, halaman 18.