Apa itu Tata Pengurusan Internal?
Prinsip dasar untuk tata pengurusan yang baik adalah manajemen dan badan pengurus (governing body) harus dipisahkan (Wyatt, 2006), untuk menghindari selingkuh kepentingan yang rawan terjadi jika kedua peran dan fungsi itu dilakukan oleh satu badan.
Governing body atau board yang dikenal dengan berbagai nama dalam OMS di Indonesia seperti: dewan/ badan pengurus, dewan pembina, komite pengarah atau nama lain memiliki kewenangan utama membuat kebijakan dan melakukan kontrol atau pengawasan terhadap badan pelaksana (eksekutif atau manajemen) organisasi.
Tata pengurusan internal berfokus pada isu-isu kebijakan dan identitas, bukan pada isu-isu pelaksanaan sehari-hari program. Dengan demikian tata pengurusan internal berarti penanganan isu-isu visi, misi, nilai, prinsip dan strategi LSM; berfokus pada arah masa depan dan pertimbangan strategi jangka panjang; menangani isu kebijakan dalam kaitan dengan program internal, staffing, dan sumber daya; penetapan definisi norma-norma dan nilai-nilai yang menjadi basis keberfungsian lembaga; mencakup kewajiban dalam memenuhi persyaratan AD/ ART yang berlaku di LSM; berfokus pada pendefinisian posisi eksternal yang konsisten dengan keseluruhan amanat LSM sebagai sebuah lembaga dalam masyarakat sipil (Tandon, 2006).
Hans Antlov dkk. (2009) berpendapat bahwa tata pengurusan internal LSM mencakup antara lain proses pembuatan keputusan, pembagian peran antara dewan pengurus dan eksekutif, pembangunan mekanisme akuntabilitas terhadap konstituen, dan masalah yang berhubungan dengan pembangunan visi, misi dan sasaran yang jelas (Antlov, 2009).
Masih dalam pandangan yang sama, sebuah literatur menyebutkan bahwa tata pengurusan internal organisasi LSM mencakup anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (statute and bylaw), rapat umum (general assembly), pelaksana (administrative board, executive board, executive office, dll.) dan pengawasan (controls) (Internal Governance for NGOs in Lebanon, 2004).
Nah, pembahasan tata pengurusan dalam tulisan ini mengacu pada kombinasi beberapa pandangan tersebut, yang selanjutnya menginspirasi Konsil LSM Indonesia dalam merumuskan akuntabilitas tata pengurusan internal, yang merupakan bagian dari Kode Etik. Akuntabilitas tata pengurusan internal yang juga mencakup prinsip-prinsip etika tersebut, secara garis besar adalah:
Kebijakan-kebijakan organisasi:
- kelengkapan AD/ ART dan Standard Operating Procedure (SOP);
- periodisasi kepengurusan
- kelengkapan unsur organisasi dan pemisahan personelnya;
- larangan keterlibatan board dan eksekutif di partai politik, ormas parpol, merangkap sebagai PNS, dan memiliki jabatan dalam bisnis yang dimiliki organisasi;
- larangan hubungan keluarga antara personel;
- ketentuan rekrutmen staf;
- penerapan prinsip ramah lingkungan di organisasi;
- publikasi dokumen visi, misi, sumber pendanaan, serta laporan tahunan organisasi;
- ketentuan affirmative action untuk perempuan sebagai staf dan untuk menduduki posisi startegis serta pemenuhan hak-hak reproduksi.
Proses pembuatan keputusan:
- rapat umum anggota atau kongres atau rapat setara;
- rapat-rapat board dan pengambilan keputusan strategis lainnya.
Pengawasan:
- sanksi atas penyalahgunaan kewenangan;
- pencegahan dan sanksi atas tindak kekerasan;
- ketersediaan mekanisme komplain;
Disarikan dari buku: Akuntabilitas Jurnal Akuntabilitas Organisasi Masyarakat Sipil, Penulis: Lily Pulu, Hal: 36-37.