Akuntabilitas Ornop Berdasarkan UU Yayasan
Undang-undang Nomor 16/2001 tentang Yayasan yang telah berlaku sejak 6 Agustus 2002 akan menimbulkan dampak yang sangat besar terutama bagi Ornop. Pemberlakuan undang-undang ini membuat perlunya pembenahan organisasi (kecuali bagi Omop yang memutuskan untuk mengganti bentuk organisasinya) seperti aspek legal, struktur organisasi, dan manajemen keuangan.
Bagi yayasan yang menerima bantuan lebih dari Rp 500 dan mempunyai kekayaan di luar harta wakaf lebih dari Rp20 miliar, ada kewajiban melakukan audit oleh akuntan publik wajib untuk mengumumkan ikhtisar laporan tahunannya lalui media massa umum.
Satu hal yang juga harus disiapkan oleh yayasan terkait dengan akuntabilitas publik ialah sebuah papan pengumuman di kantor yayasan. Hal ini disebabkan karena UU Yayasan mewajibkan semua yayasan untuk mengumumkan ikhtisar laporan tahunannya pada papan pengumuman di kantor yayasan. Pengumuman ikhtisar laporan keuangan ini mencakup kekayaan yayasan selama 10 tahun sebelum undang-undang ini diundangkan.
Terkait dengan sistem akuntabilitas publik di atas, praktik akuntabilitas dan transparansi yayasan tersebut memerlukan dukungan sistem akuntansi yang memadai. Selain kewajiban dokumentasi keuangan, dalam membuat ikhtisar laporan tahunan juga telah ditentukan standar akuntansi keuangan yang berlaku. Standar akuntansi keuangan yang digunakan bagi organisasi nirlaba tertuang dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 45 (PSAK 45) yang mulai efektif berlaku sejak 1 Januari 2000 lalu.
Pengaturan akuntabilitas publik dan sistem akuntansi yayasan ini dimaksudkan agar yayasan tidak terasing dari publiknya. Publik merupakan stakeholder utama dari sebuah yayasan. Yayasan merupakan lembaga yang “memproklamirkan” dirinya sebagai entitas yang mengabdi bagi publik, sehingga kerja sama saling membangun dan transparan antara yayasan dengan masyarakat merupakan syarat wajib bagi aktivitas sosial itu sendiri. Dalam UU Yayasan (pasal 7), yayasan diperbolehkan untuk ikut serta dalam bisnis kendati dibatasi 25% dari total kekayaannya. Hal ini bisa menimbulkan potensi konflik kepentingan dari misi suatu Ornop.
Disarikan dari buku: Kritik & Otokritik LSM, Editor: Hamid Abidin, Mimin Rukmini, Hal: 40-44.