Aksi Satu Jam untuk Bumi
Berawal dari rasa iri pada daerah lain di Indonesia yang sudah mengadakan acara untuk lingkungan, komunitas Earth Hour Palembang membuat acara serupa. Mereka mengadakan acara bertajuk ”Seratus Persen Palembang-Cak Ini Aksiku, Cak Mano Aksimu”, Sabtu (29/3), di pelataran parkir Palembang Indah Mal.
Acara yang berlangsung pukul 20.30-21.30 ini dikemas dalam suasana ”pesta” komunitas. Mereka yang mendukung acara ini antara lain komunitas Musi Bladers, SS BMX, Skateboarding Palembang, Palembang Shuffle Army, Parkour Palembang, Palembang Beatbox, AnKamen Cosplayer, Palembang Undercover, dan Spinner Palembang.
Selain itu, juga ada band indie, seperti Accoustic Performance Hamer, Monsterday, dan Side Project. Manajemen Palembang Indah Mal dan beberapa gerai juga berpartisipasi dengan mematikan lampu di atrium bawah dan atas. Ada pula gerai yang mematikan lampu dan menggantinya dengan lilin. Meski begitu, pengunjung mal tampaknya tak terganggu.
Dalam acara Earth Hour, penyelenggara mengajak hadirin berkomitmen menjaga lingkungan dengan mengajak mereka menandatangani petisi untuk berpartisipasi dalam kegiatan pelestarian lingkungan.
Untuk memperkuat tekad itu, hadirin berkumpul dalam lingkaran dan melakukan kegiatan Netepke Bumi (menitipkan Bumi). Sebuah bola simbol Bumi dipindahtangankan dari satu peserta kepada peserta lain.
Lewat cara itu diharapkan pengunjung mau mendukung setiap gerakan konservasi, peduli lingkungan, dan menjaga keseimbangan alam.
Hemat Listrik
Gerakan mematikan lampu selama satu jam itu berfungsi mengurangi kandungan karbon dioksida di udara. Fakta hampir 70 persen pembangkit tenaga listrik di Indonesia memakai bahan bakar fosil yang berpotensi menyumbang emisi CO2¬¬ sering tidak kita sadari.
Selain itu, acara yang digelar setahun sekali ini juga berguna untuk menghemat listrik meski kita hanya mematikan lampu selama satu jam.
”Awalnya, kami iri sama kota lain yang pernah membuat acara Earth Hour seperti ini. Kalau kota lain bisa, kenapa kami enggak?” kata Dezian Feranda, Ketua Umum Earth Hour Palembang.
Komunitas Earth Hour ini berdiri Januari 2014. Pendiri awalnya adalah 15 mahasiswa Jurusan Teknik Elektro Universitas Sriwijaya, Universitas Muhammadiyah, dan Politeknik Sriwijaya Palembang. Gerakan pertama mereka adalah Earth Hour Day, Sabtu (29/3), itu.
”Memang awalnya kami agak sulit mengatur jadwal rapat karena semua juga harus kuliah. Jadilah, kalau ada tugas kuliah, kami membuatnya sambil rapat. Acara ini harus jalan, tetapi kuliah kami juga tak terganggu,” tutur Alchika Primavansa, Koordinator Pers Earth Hour Palembang.
Untuk membuat gaung Earth Day terasa bagi warga Palembang, panitia ingin Pemerintah Kota Palembang mematikan lampu di Jembatan Ampera, ikon kota ini.
”Kami sudah minta kesediaan pemerintah, tetapi tahun ini mereka belum mengizinkan dengan alasan keamanan menjelang pemilu,” kata Dezian.
Kampanye
Anggota komunitas Earth Hour Palembang juga melakukan aksi kecil, seperti kampanye Transportasi Publik, Plastik Tak Asyik, Bijak Kertas, dan Hemat Energi, di arena hari bebas kendaraan di kawasan Kambang Iwak, Palembang.
Di kawasan ini mereka mengumpulkan sampah plastik yang dibuang warga dengan sembarangan, sampai seberat 53,2 kilogram. Gerakan itu menarik perhatian pengunjung Kambang Iwak. Maka dalam waktu sekitar dua jam, lebih dari 15 anak muda pun ikut bergabung.
Anggota Earth Hour Palembang tak hanya beraksi. Mereka juga menerapkan gaya hidup cinta lingkungan.
”Kami punya program H-30 dan H+30 Earth Hour Day. Tujuannya agar aksi yang kami tanamkan bagi anak muda Palembang tidak hilang begitu saja, setelah acara ini selesai. Kami berharap anak muda bisa menjadikannya sebagai gaya hidup yang berdampak positif bagi lingkungan” kata Alchika.
Meski Earth Hour Day baru pertama diadakan, respons anak muda bisa dikatakan positif. Kemeriahan bertambah ketika flash mob berlangsung.
Sumber: KOMPAS, Jumat 11 April 2014