Organisasi Pembelajar Menuntut Manusia Dewasa
Uraian di atas menunjukan bahwa era pengetahuan menuntut perubahan paradigma tentang hakikat dan kedudukan pekerja dalam organisasi kotemporer, sehingga manusia dalam organisasi mampu mencapai tingkat homo significance. Para pimpinan organisasi kontemporer perlu memiliki kompetensi untuk mendorong manusia agar mencapai fitrahnya sebagai pemberi makna, sebagai sumber pengungkit dan penghela organisasi untuk menciptakan kesejahteraan bagi semua pihak.
Kesejahteraan bagi semua pihak, akan mampu diwujudkan organisasi kontemporer jika pada tahap awal perkembangannya, organisasi tersebut mampu membangun human capital, yang kemudian ditransformasi menjadi kinerja organisasi yang berbasis keadilan dan kesejahteraan bagi semua pihak. Secara khusus, proses pembangunan kesejahteraan bagi semua pihak terjadi mnimal dalam tiga tahapan perkembangan sebagai berikut:
- Tahap pertama, merupakan tahap pembangunan kualitas manusia secara individual. Tahap ini diarahkan untuk membangun kualitas kompetensi intelektual, emosional dan sosial individu sesuai dengan kebutuhan tempat kerja masing-masing.
- Tahap kedua, merupakan tahap pembentukan human capital organisasi, yang terdiri dari modal intelektual, modal kredibilitas dan modal sosial organisasi, sebagai hasil transformasi dari kompetensi intelektual, emosional dan sosial seluruh pekerja. Pada tahap ini, kompetensi intelektual individual ditransformasi menjadi modal intelektual organisasi; kompetensi emosional individual ditransformasi menjadi modal kredibilitas organisasi; dan kompetensi sosial individual ditransformasi menjadi modal sosial organisasi. Human capital yang terbentuk, bersama-sama dengan modal fisik organisasi menjadi modal utama untuk menciptakan kinerja organisasi yang maksimal.
- Tahap ketiga, merupakan tahap pencapaian performasi organisasi, sebagai manifestasi dari tercapainya kesejahteraan bagi semua pihak, yang dicerminkan oleh keberhasilan organisasi dalam meningkatkan nilai tambah bagi konsumen, kekayaan bagi pemilik, kesejahteraan bagi pekerja dan masyarakat serta kelestarian bagi lingkungan.
Tersirat pada uraian di atas bahwa organisasi umumnya memiliki multi tujuan yang dicapai secara bertahap. Tersirat juga bahwa pencapaian multi tujuan yang dicapai secara bertahap. Tersirat juga bahwa pencapaian multi tujuan organisasi di era pengetahuan, hanya dapat diraih jika organisasi berhasil mendudukkan para pekerjanya secara benar sejak awal, sehingga mampu mengungkit dan memberdayakan (enabling) pengetahuan suatu organisasi pada esensinya hanya dapat dicapai jika organisasi tersebut mampu secara cerdas melakukan revitalisasi hakikat dan kedudukan para pekerjanya, dan menempatkan peran manusia sebagai pusat rancangan sebuah sistem (human center design), sehingga pengetahuan (kompetensi kerja) yang dimiliki oleh setiap pekerjanya dapat ditransformasikan dan diabdikan untuk menjadi pengetahuan (modal) organisasi.
Quinn (1992) menjelaskan organisasi cerdas sebagai organisasi yang mampu mengembangkan keunggulannya secara berkelanjutan, dari kegiatannya yang berbasis pada pengetahuan dan pelayanan, dengan mengandalkan kekayaan intelektualnya. Nilai perusahaan akan meningkat jika secara terus-menerus mampu memperbaharui basis pengetahuan yang dimilikinya, mampu mengungkit manfaat dari keberadaan tekhnologi yang dimilikinya, mampu memberi respon pada kebutuhan pelanggan secara lebih kreatif, dan itu semua berawal dari kemampuan organisasi untuk mengungkit manfaat dari keberadaan tekhnologi yang dimilikinya, mampu memberi respon pada kebutuhan pelanggan secara lebih kreatif, dan itu semua berawal dari kemampuan kompetensi pekerja sebagai material utama untuk membangun human capital organisasi yang (akan) bersifat unik. Kombinasi kompetensi yang dimiliki para pekerja suatu organisasi akan bersifat unik, sehingga human capital organisasi yang dihasilkannya juga akan bersifat unik, dan ini menjadi penyebab mengapa keberhasilan sebuah organisasi tidak mudah (bahkan tidak mungkin) ditiru oleh organisasi pesaing.
Organisasi cerdas hanya dapat dibangun jika kita bisa mendudukan dan memberdayakan pekerja sehingga mencapai taraf human yang hakiki, yaitu manusia yang memiliki kesadaran akan nilai-nilai kefilsafatan, keindahan dan keilmuan – yang merupakan lambang dari moralitas kehidupan. Sumardjo menyatakan bahwa jika manusia mampu mencapai tingkat human maka diharapkan mereka akan mampu mengambil jarak dengan dirinya sendiri, serta antar dirinya dengan lingkungannya (Harefa, 2000). Kesadaran akan jarak ini membuat manusia mampu melihat dirinya maupun keadaan di luar dirinya apa adanya secara objektif dan moralis.
Kemampuan menilai secara objektif dan moralis ini merupakan salah satu ciri dari kedewasaan seorang manusia. Hanya manusia dewasa memiliki kesadaran akan potensi diirnya dan sekaligus sadar akan keadaan lingkungannya. Untuk itu, hanya manusia dewasa yang tahu dan mampu bagaimana mengembangkan dirinya, untuk menjadi manusia yang memiliki ketajaman pikir dan kedalaman rasa. Lebih jauh, hanya manusia dewasa yang tahu dan mampu memperbaiki lingkungannya agar lebih kondusif untuk bekerja.
Manusia seperti ini akan memiliki potensi yang sangat besar. Mereka akan menjadi bibit unggul karena selain memiliki kedewasaan intelektual, juga ia memiliki kedewasaan emosional dan kedewasaan sosial secara seimbang, yang sangat dibutuhkan untuk membangun organisasi pembelajar yang cerdas.
Disarikan dari buku: Knowledge Management dalam Konteks Organisasi Pembelajar, Penulis: Jann Hidayat Tjakraatmadja, Donald Crestofel Lantu, Hal: 34-37.