Organisasi Pembelajar Menuntut Manusia yang Memiliki Kompetensi Global
Globaliasi membuat dunia makin “sempit” aliran tenaga kerja antar negara makin mudah, dan akibat langsungnya adalah lapangan kerja antar negara makin terbuka, artinya persaingan kerja semakin kompetitif. Persaingan akan ditentukan oleh jumlah lapangan kerja yang tersedia dibandingkan dengan jumlah pencari kerja. Indonesia yang berpenduduk lebih dari 200 juta jiwa tentu Indonesia membutuhkan lapangan kerja yang cukup banyak, untuk meminimasi tingkat pengangguran. Namun masalahnya, lapangan kerja yang tersedia diperebutkan oleh pencari kerja daris eluruh dunia. Pada kondisi seperti ini tentu akan berlaku hukum: “siapa negara yang memiliki manusia yang lebih berkualitas akan memenangkan persaingan bisnis global, dan sekaligus akan lebih menarik bagi para pencari kerja global”.
Kita tahu bahwa kualitas manusia Indonesia yang diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) pada tahun 2004 menduduki ranking 111 dari 177 negara yang diperingkat oleh Program Pembangunan PBB atau United Nations Development Program (UNDP). Diantara negara Asia Tenggara yang maju, posisi Indonesia berada di paling bawah. Urutan paling atas adalah Singapura, disusul berturut-turut: Brunei, Malaysia, Thailand dan Filipina. Namun, dibanding negara Asia Tenggara yang belum maju, posisi Indonesia masih berada di paling atas. Negara yang berada di bawah peringkat Indonesia masing-masing secara berturut-turut adalah Vietnam, Kamboja, Myanmar, Laos dan Timor Timur (Suara Merdeka, 16 Juli 2004).
Lebih rinci, Hamin menulis dalam situs Student Community (April 2005) sebagai berikut: “Persaingan itu tidak hanya terjadi diantara warga negara Indonesia yang kuliah dan lulus dari perguruan tinggi dalam negeri dengan para lulusan perguruan tinggi luar negeri saja, namun persaingan juga terjadi antara pencari kerja lokal dengan pekerja-pekerja asing yang ikut meramaikan bursa kerja di Indonesia. Barangkali orang berpikir bahwa pemerintah dapat melindungi tenaga kerja domestik dan mencegah serbuan tenaga asing dengan membuat peraturan-peraturan yang dapat melindungi pekerja-pekerja lokal? Dengan masuknya era globalisasi, upaya tersebut sudah tidak lagi efektif dan tidak akan mampu mengatasi permasalahan ketenagakerjaan nasional. Dengan kemajuan teknologi, baik teknologi telekomunikasi, teknologi informasi, dan tekhnologi komputer, batas-batas antar negara maupun batasan peraturan pemerintah semakin tersamar dan semakin harus mengglobal (harus memenuhi kaidah-kaidah yang disepakati oleh masyarakat global). Perusahaan yang beroperasi di Indonesia dapat merekrut tenaga asing tanpa harus mempekerjakan orang tersebut di Indonesia. Teknologi mutakhir memungkinkan tenaga asing tersebut dapat tetap melakukan pekerjaannya di negara asal mereka sendiri.
Pada tahun 2003, pengangguran di Indonesia jumlahnya telah mencapai taraf yang memprihatinkan, yaitu sudah mencapai sekitar 40 juta orang. Dari jumlah itu, sekitar 9,1 juta orang diantaranya masuk kategori pengangguran terbuka (sama sekali tidak memiliki pekerjaan). Bahkan, Center for Labour and Development Studies (CLDS) memprediksikan, apda tahun 2004, jumlah pengangguran akan meningkat lagi menajdi sebanyak 45 juta. Dari jumlah pengangguran sebanyak itu, tidak mungkin semua dapat tertampung, karena lowongan yanga da sangat terbatas. Menurut mantan Menakertrans, Jacob Nuwa Wea, jika pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 3,3 persen, seperti prediksi Bank Dunia, maka lapangan kerja sebesar 400.000 jiwa. Padahal, angakatan kerja di Indonesia saat ini mencapai 2,5 – 3 juta per tahun. Ini artinya, jumlah pengangguran dari lulusan SD hingga Perguruan Tinggi, akan makin bertambah di masa depan.
Menghadapi tantangan dunia kerja saat ini, tidak cukup hanya membekali para pencari kerja dengan kemampuan akademis semata. Mengapa? Karena, kebanyakan institusi pendidikan formal yang ada di negara kita sampai saat ini, hanya mampu memberikan pengetahuan dengan cara pendekatan kognitif atau transfer pengetahuan, kurang diimbangi oleh pemberian keterampilan kerja, apalagi menyiapkan perilaku kerja yang baik. Dunia kerja menuntut kompetensi lain yang mengacu kepada profesionalisme. Untuk itu, apa yang sudah diberikan oleh institusi pendidikan formal, perlu dilengkapi oleh institusi pendidikan non formal yang dapat memberikan pendidikan dan pelatihan praktis.
Permasalahan menjadi lebih rumit, jika kita juga harus memperhatikan tuntutan dunia kerja global. Perubahan tuntutan dunia kerja global telah memengaruhi penyiapan individu, kelompok dan bahkan pada institusi secara menyeluruh. Tentu saja bila menginginkan timbulnya perubahan yang memuaskan semua pihak, harus direncanakan secara sistematik. Aspek yang rumit (crucial) dalam proses perubahan itu adalah cara mengatasi atau mengurangi pengaruh hambatan yang ada, dan hambatan utama akan datang dari pihak tenaga kerja sebagai individu. Terutama jika individu tenaga kerja tersebut tidak mau dan merasa tidak mampu mengikuti tuntutan perubahan dunia kerja.
Terkait dengan tuntutan dunia kerja global, minimal terdapat 10 (sepuluh) kompetensi (generik) yang harus dimiliki para pekerja global (Moran dan Riesenberger, 1994), sebagai jaminan untuk dapat bekerja dengan rasa aman dan sejahtera ketika bekerja sebagai karyawan globa, yaitu:
- Kompetensi lingkungan, yaitu kemampuan memahami lingkungan internasional – atau minima memahami kondisi lingkungan negara dimana ia ditempatkan. Dengan memahami lingkungan kerja tersebut, akan menumbuhkan ketenangan dan kedamaian dalam bekerja.
- Kompetensi analitik, yaitu kemampuan untuk menganalisis peluang pasar, persyaratan, prosedur dan mekanisme kerja di negara dimana ia ditempatkan. Hal tersbeut dapat meminimasi kekagetan akibat adanya perubahan peraturan, maupun kebijakan makro yang sering tidak terduga. Dengan memiliki kemampuan analisis ini, minimal mempengaruhi tumbuhnya rasa aman dalam bekerja.
- Kompetensi stratejik, yaitu kemampuan menyusun dan mengambangkan stratejik didasarkan analisis ke depan dan ke belakang (backward and forward lingkges). Hal ini sangat membantu untuk memilih alternatif terbaik dalam memanfaatakn setiap peluang bagi jaminan dan kesejahteraan karyawan maupun dirinya.
- Kompetensi fungsional, yaitu kemampuan untuk merancang program dalam mengantisipasi setiap peluang dan perubahan yang mungkin terjadi, sehingga dapat terhindar dari dampak negatif yang tidak diinginkan, atau gaji tidak dibayar. Dengan memiliki kompetensi fungsional, seorang pekerja dapat mendeteksi secara lebih dini dari akibat yang mungkin timbul di masa yang akan datang.
- Kompetensi manajerial, yaitu kemampuan untuk mengelola setiap kegiatan, baik kegiatan pemasaran, lobi, maupun negosisasi, sehingga dapat mengantisipasi dengan cepat, tepat dan meminimasi resiko. Kompetensi ini sangat penting untuk menjamin kelangsungan kerja, perpanjangan kontrak kerja maupun kesempatan untuk dapat bekerja lagi di luar negeri.
- Kompetensi profesi, yaitu kemampuan menguasai keterampilan secara profesional atau keahlian pada suatu bidang tertentu, sehingga dapat dimanfaatkan ketika mencapai purna kerja. Hal ini sangat bermanfaat selain untuk dirinya juga bagi pembangunan nasional.
- Kompetensi sosial, yaitu kemampuan untuk menyesuaikan/beradaptasi dengan suasan dan kondisi kerja di negara baru, sehingag mampu menyatu dan mengaktualisasikan diri dengan lingkungan sosial masyarakat maupun di tempat kerja setempat. Hal ini sangat bermanfaat untuk mampu memahami adat istiadat, budaya kerja, hal-hal yang boleh dan tidak boleh atau dilarang di sebuah negara atau bangsa.
- Kompetensi intelektual, yaitu kemampuan untuk mengembangkan intelektualitas dan daya nalar, yang sangat dibutuhkan agar mampu beradaptasi dengan tuntutan perubahan, perkembangan ilmu, kemajuan masyarakat dan sebagainya.
- Kompetensi individu, yaitu kemampuann untuk mengarahkan dan menggunakan keunggulan yang dimilikinya, baik keunggulan yang terkait dengan ilmu pengetahuan dan teknologi maupun talenta-talenta lain yang dimilikinya.
- Kompetensi perilaku (behavior), yaitu kemampuan untuk bersikap terbuka (transaparan) dan objektif da;am melaksanakan tugas pokok dan fungsi jabatannya, baik sebagai manajemen atau karyawan global.
Disarikan dari buku: Knowledge Management dalam Konteks Organisasi Pembelajar, Penulis: Jann Hidayat Tjakraatmadja, Donald Crestofel Lantu, Hal: 29-34.