Pentingnya Hutan Kota

Apr 23, 2014 No Comments by

Pencemaran udara di Kota Cirebon tidak bisa dianggap sepele, mengingat jumlah kendaraan yang terus meningkat. Salah satu cara mengatasi problem ini adalah dengan melestarikan hutan kota. Dalam hal ini Pemerintah Kota Cirebon harus sesegera mungkin mewujudkan hutan kota untuk menyaring udara dan mengurangi masalah polusi yang mulai tampak serius.

Dampak yang sangat terasa di Cirebon adalah dampak pencemaran udara. Pencemaran udara ini dapat diakibatkan oleh banyaknya gas-gas yang dikeluarkan oleh kendaraan. Gas – gas ini bisa jadi berupa CO (karbon monoksida), aerosol, dan timbel. “Partikel-partikel gas ini pada tingkat tertentu dapat menimbulkan berbagai macam gangguan seperti penyakit paru-paru, bronchitis, dan pembuluh darah. Pada tingkat rendah bisa mengakibatkan peradangan kulit daniritasi mata,”. Demikian ini seperti apa yang disampakan Dr. Tumisem, M.Pd, pakar lingkungan hidup dan hutan kota, saat berkesempatan menjadi pembicara dalam Seminar Nasional Konservasi Lingkungan yang digelar Himpunan Mahasiswa Biologi (HIMBIO) di IAIN Syekh Nurjati Cirebon.

Kita tahu bersama bahwa Kota Cirebon berada di jalur strategis perhubungan darat.Kota Cirebon yang berada di tengah jalur transportasi antar kota-kota di pulau Jawa tentu akan selalu dilewati kendaraan yang berasal dari berbagai kota. Hal itu berdampak pada banyaknya volume kendaraan dan tentu saja dengan sendirinya mengakibatkan pencemaran udara di Kota Cirebon. Melihat situasi demikian dan dampak yang diakibatkannya, tentu sudah saatnya Pemerintah Kota Cirebon menyeriusi kelestarian hutan kota. Jangan sampai terjadi dampak lingkungan yang lebih fatal, krisis lingkungan hidup.

Secara umum, krisis lingkungan hidup didorong oleh dua hal berikut ini, yaitu: Pertama, pertambahan penduduk yang begitu pesat yang menuntut pemenuhan kebutuhan yang tak terbatas (bahan makanan, bahan bakar, energi, dsb). Kedua, Kemajuan di pelbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Krisis ini sebenarnya sudah lama terjadi, namun agaknya manusia (secara keseluruhan) belum menyadari akan bahaya laten yang terdapat di dalamnya. Manusia masih asyik menjadi penguasa alam semesta. Manusia belum menyadari bahwa dirinya adalah bagian dari alam semesta ini, sehingga krisis lingkungan hidup belum menjadiperhatian bersama. Padahal, dari berbagai definisi tentang lingkungan hidup yang ada, kita diingatkan bahwa lingkungan hidup adalah bagian dari kita dankita adalah bagian dari lingkungan hidup; dan keduanya saling berinteraksi dalam sebuah ekosistem.

Oleh karena itu sesuai dengan PP Nomor 63 Tahun 2002 Tentang Hutan Kota pasal 1 ayat 2; hutan kota merupakan suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Dalam hal ini pemerintah wajib mendukung segala kegiatan yang sifatnya melestarikan lingkungan terutama hutan kota.

Dalam suatu kawasan harus disediakan 30 % dari luas kawasan tersebut sebagai kawasan lindung. Kawasan lindung sendiri merupakan wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelstarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Dengan demikian dalam kawasan perkotaan perlu ditetapkan suatu kawasan yang mempunyai fungsi perlindungan kelestarian lingkungan.

Dalam makalahnya yang berjudul “Hutan Kota dan Pemanfaatannya”, Dr. Tumisem menuliskan bahwa tujuan penyelenggraan hutan kota adalah untuk kelestarian, keserasian dan keseimbangan ekosistem perkotaan yang meliputi unsure lingkungan, sosial dan budaya. Untuk menekan/mengurangi peningkatan suhu udara di perkotaan dan menekan/mengurangi pencemaran udara (kadar karbonmonoksida, ozon, karbondioksida, oksidanitrogen, belerang dan debu).

Hutan kota pun bisa dalam bentuk hutan bakau, kita tahu Cirebon merupakan daerah pesisir pantai. Juga bisa dibuat di pinggir-pinggir jalan atau area (jalan) bypass dengan tumbuhan-tumbuhan yang dapat menyerap air seperti kersem, dammar, pala, dankacang merah atau kacang-kacangan. Dalam hal ini sekali lagi perlu adanya visi,sinergi dan gerakan antara masyarakat, steakholder dan pemerintah sebagai eksekutor kebijakan.

 

Sikap Kita Sebagai Manusia

Perlu juga disampaikan seperti apa sikap kita sebagai manusia, dalam hal ini sebagai khalifah di muka bumi. Pertama, menjadi khalifah bukan berarti sama dengan bahwa manusia berhak menjadi pemilik dan penguasa alam, dan kita sering lupa hal ini. Justru, yang terjadi, manusia merusak lingkungan yang menampilkan wajahnya sebagai bukan seorang khalifah yang menjaga bumi. Manusia seperti itu lebih menampilkan wajah serakah, egois, sombong dan kufur. Ini menandakan sikap manusia mengangkangi bahwa Allah-lah sebagai penguasa dan pemilik alam rayaini.

Kedua, Sikap terbuka dan sederhana. Alam bukanlah milik manusia. Manusia hanya penggarap, ia tergantung sepenuhnya kepada Allah. Ia tidak mempunyai apa-apa. Ia hanya tahu memakai saja. Seluruhnya adalah merupakan ciptaan. Kehidupan manusia merupakan anugerah. Karena itu semua ciptaan-Nya adalah saudara yang harus saling menjaga.

Ketiga, Semua makluk adalah saudara. Pandangan ini muncul dari pengalaman mistik atas alam raya. Hal ini akan menimbulkan sikap mistik alam yang membuat orang melihat bahwa alam ciptaan adalah sebagai tanda kehadiran sang pencipta. Mempunyai sikap mistik ada tuntutan untuk pembersihan dari egoisme. Sehingga keharmonisan bisa tewujud. Sebab manusia tidak memandang dunia dari efisisen dan kumulasi untuk dirinya sendiri. Dengan sikap ini manusia sungguh bersatu dengan alam, sehingga menjadikan manusia itu semakin peka. Manusia tahu dan sadar bahwa merusak lingkungan berarti merusak dirinya sendiri.

Sumber: Kompasiana, Rabu 26 Maret 2014.

Berita, Kabar

About the author

The author didnt add any Information to his profile yet
No Responses to “Pentingnya Hutan Kota”

Leave a Reply