Socioecopreneur untuk Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan
Socioecopreneur boleh jadi merupakan kosakata baru yang masih begitu jarang didengar. Namun, kata itu bila diimplementasikan dengan baik memiliki potensi yang besar untuk mampu mewujudkan cita-cita pembangunan berkelanjutan. Lalu bagaimanan socioecopreneur efektif menjadi solusi menggerakan sektor riil menuju perwujudan pembangunan berkelanjutan tersebut?
Dalam konsep pembangunan berkelanjutan, pembangunan dilaksanakan tidak hanya terfokus pada kegiatan ekonomi, melainkan juga memperhatikan persoalan lingkungan dan sosial. Sebagaimana The World Commision on Environment and Development (1987) yang lebih dikenal dengan The Brundtland Commision mendefinisikan pembangunan berkelanjutan sebagai pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan manusia saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhan mereka. Sayangnya, hingga kini cita-cita pembangunan berkelanjutan yang tidak sekedar fokus pada kegiatan ekonomi belum juga tercapai. Pembangunan di Indonesia cenderung masih abai terhadap aspek lingkungan sosial.
Selain itu konsep terlampau optimal dalam upaya penurunan tingkat kemiskinan di Tanah Air. Oleh karena itu, dibutuhkan keterlibatan dari semua pihak untuk mewujudkan cita-cita pemerataan pembangunan yang berkelanjutan. Sinergi antara pemerintah, BUMN, perusahaan swasta, lembaga keuangan, dan masyarakat menjadi kunci peningkatan kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat dengan cara-cara yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Apalagi Indonesia memiliki potensi yang besar untuk berkembang mengingat kekayaan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dimiliki. Tercatat bahwa Indonesia memiliki lebih dari 13.466 pulau dengan garis pantai terpanjang di dunia mencapai 6.360 km dari Sabang samapai Merauke. Sementara dari sisi budaya, Indonesia memiliki leb h dari 1.120 suku bangsa dan jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan kelas menengah yang tinggi juga merupakan potensi pasar yang sangat baik. Kekayaan alam dan budaya tersebut merupakan modal utama pendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Oleh karena itulah, socioecopreneur kemudian lahir sebagai salah satu upaya untuk merespon kebutuhan. Socioecopreneur sendiri merupakan gabungan tiga kata yakni socio yang berarti social, eco yang mengacu pada istilah ecology atau lingkungan, dan preneur yang diadopsi dari prendre (bahasa Prancis) yang berarti mengambil. Dengan demikian, secara harafiah socioecopreneur mengandung arti mengambil (peluang) dengan memperhatikan aspek sosial dan lingkungan. Istilah preneur dalam kata itu tidak bisa dilepaskan dari induk katanya yakni entrepreneur yang berarti wirausaha.
Entrepreneur dalam perkembangannya kini memiliki banyak turunan kata. Bahkan, jauh sebelum muncul istilah socioecopreneur, ada istilah sociopreneur yang terlebih dahulu hadir. Sociopreneur atau wirausaha sosial cenderung melihat masalah sebagai peluang untuk membentuk sebuah model bisnis baru yang bermanfaat bagi pemberdayaan masyarakat sekitar. Hasil yang ingin dicapai bukan keuntungan materi atau kepuasan pelanggan, melainkan bagaimana gagasan yang diajukan dapat memberikan dampak baik bagi masyarakat. Mereka seperti seseorang yang sedang menabung jangka panjang karena usahanya memerlukan waktu dan proses yang lama untuk dapat terlihat hasilnya. Munculnya kampung kreatif, kampung lele, kampung batik, kampung wisata, kampung usaha, dan lain-lain menjadi beberapa contoh hasil dari Sociopreneur.
Istilah lainnya ecopreneur atau wirausaha lingkungan, yakni seseorang yang mempertunjukan semangat kewirausahaan dalam mempromosikan dan mendukung proyek inovatif yang membantu lingkungan alam, ekosistem, dan spesies yang terancam punah di dunia. Ecopreneur berupaya untuk memberdayakan masyarakat, menjadi bagian dari masyarakat tersebut, dan bekerja dengan orang lain secara global untuk memberikan kontribusi finansial bagi proyek berbasis konservasi. Seorang ecopreneur memiliki unsur-unsur utama wirausaha sosial (sociopreneur), dengan mencari cara untuk membantu menyelesaikan masalah sosial di masyarakat. Seperti halnya sociopreneur, ecopreneur tidak menyerahkan kepada pemerintah atau bisnis untuk menyelesaikan masalah sosial. Mereka mencari hal-hal yang belum berfungsi dengan baik dan menyelesaikan masalah dengan mengubah sistem, menyebarkan solusi, dan meyakinkan orang lain untuk ikut terlibat dalam melakukan perubahan.
Dalam perkembangannya, tiga pilar yang terdiri atas sosial (people), ekonomi (profit), dan lingkungan (planet) kemudian bersatu dalam diri para pelaku usaha yang melakukan inovasi baru terhadap produknya untuk memenuhi kenginginan konsumen, sosial, dan lingkungan. Dari sinilah socioecopreneur kemudian lahir. Socioecopreneur tercermin dalam individu atau kelompok individu yang berani mengambil resiko, mampu mencium adanya peluang bisnis, mampu mendayagunakan sumber daya secara efektif dan efisien, tidak sekedar untuk memperoleh profit, tetapi juga mampu memberikan dampak sosial dan berorientasi pada lingkungan sekitar. Intinya, socioecopreneur memiliki komitmen untuk senantiasa menghargai dan menggunakan kearifan lokal serta kekuatan komunitas dalam setiap tindakan proses produksi yang dilakukan.
Disarikan pada buku: Menumbuhkembangkan Socioecopreneur Melalui Kerja Sama Strategis, Pengarang: Adie Nugroho, Dian Andrayanto, Hal: 12-17.