Membangun Budaya Bersih
Jakarta, Kompas — Budaya bersih hanya bisa dibangun secara sistemik. Tanpa proses tersebut, berbagai kegiatan kerja bakti membersihkan lingkungan hanya akan berhenti pada pencitraan.
Demikian disampaikan sosiolog perkotaan Johannes Frederik Warouw pada seminar dan kerja bakti membersihkan Stasiun Kota, di Jakarta Barat, Selasa (8/10). Acara bertajuk ”Cif Cleaning Project 2013” itu digelar PT Kereta Api Indonesia bekerja sama dengan PT Unilever Indonesia Tbk.
Siang itu, di sela seminar, di sejumlah sudut stasiun, tampak puluhan relawan membersihkan dinding, pintu, lantai, dan gerbong-gerbong kereta api.
”Ada sejumlah unsur dalam proses sistemik. Pertama, kebijakan para pengambil keputusan, seperti gubernur hingga lurah. Kedua, organisasi pelaksana, antara lain jajaran birokrasi, komunitas hobi, dan warga sekitar. Ketiga, dukungan institusi dan swasta, baik institusi bisnis maupun lembaga nirlaba,” kata Frederik. Jika unsur-unsur tersebut bisa saling bersinergi, proses membangun budaya bersih bisa berkelanjutan dan menjadi kebiasaan baru masyarakat kota.
Bakal Sia-Sia
Frederik mengakui, proyek Cif Cleaning ini bakal sia-sia tanpa proses sistemik yang ia paparkan tadi. ”Saya amati, sebenarnya kelas menengah di perkotaan punya keinginan besar ikut terlibat menjaga dan memelihara kebersihan kota—taman kota, gedung-gedung cagar budaya, dan infrastruktur bagi publik lainnya,” ucapnya. Persoalannya, lanjut Frederik, sinergi unsur-unsur itu agar proses sistemik berjalan masih lemah dan kurang konsisten.
Frederik memaklumi adanya sikap pesimistis terhadap budaya bersih di sebagian kalangan masyarakat.
”Seharusnya, ini justru menjadi tantangan kita bersama. Ada kelompok kreatif, ada kelompok kritis, dan ada kelompok massa yang tumbuh bersama. Tugas kita bersama membuat ketiga kelompok tadi juga bersinergi,” katanya.
Frederik menambahkan, mereka yang pesimistis umumnya berasal dari kelompok kritis.
”Tugas bagi kelompok kreatif dan kelompok massa menjawab tantangan kelompok kritis ini,” ujar Frederik. Ia berpendapat, Cif Cleaning Project patut diapresiasi.
Head of Corporate Communications PT Unilever Indonesia Tbk Maria Dewantini Dwianto, yang juga hadir dalam acara tersebut, mengakui, sebagai lembaga bisnis, perusahaannya berharap mendapat keuntungan dari perubahan perilaku hidup bersih.
Ia menjelaskan, manajemen produk pembersih Cif sejak tahun lalu memusatkan perhatian pada kebersihan di gedung-gedung dan lingkungan gedung-gedung cagar budaya. ”Kalau sukses, produk kami kian laku. Gedung-gedung dan lingkungan cagar budaya pun bisa terpelihara kebersihannya. Jadi, mengapa tidak?” ucap perempuan yang akrab disapa Mia itu. (WIN)
Sumber: KOMPAS, Rabu, 9 Oktober 2013.