RPJMN 2010-2014
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) adalah pedoman yang berisi Visi, Misi, Prioritas Pembangunan yang akan dilakukan pemerintah antara Tahun 2010-2014. Karena itu, RPJMN mengikat dan menjadi acuan bagi semua pihak termasuk Pemerintah dan Parlemen, serta organisasi masyarakat sipil dalam kegiatan dan programnya termasuk dalam menyusun regulasi-regulasi baru.
Dalam RPJMN 2010-2014, seperti disebutkan dalam Perpres No 5 Tahun 2010, dalam misi ke 3 dari 8 misi pembangunan Nasional Indonesia disebutkan bahwa: “mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum adalah memantapkan kelembagaan demokrasi yang lebih kokoh memperkuat masyarakat sipil,dst.
Namun, seperti diakui dalam buku II, Memperkuat Sinergi Antar Bidang Pembangunan, Bab VIII, Hukum dan Aparatur, hal 19 disebutkan bahwa, perkembangan pemenuhan, perlindungan, pemajuan dan penegakan HAM, belum secara optimal dilaksanakan. Keadaan ini antara lain ditunjukan bahwa peraturan perundang-undangan nasional mengenai HAM belum sepenuhnya sejalan dengan kovenan dan konvensi yang telah diratifikasi oleh Indonesia sehingga masih berlanjutnya pelanggaran HAM.
Dinyatakan juga bahwa, meskipun pemerintah Indonesia telah meratifikasi kovenan international dan prinsip-prinsip perlindungan HAM telah diakomodasi dalam mekanisme penyusunan perundang-undangan, pada praktiknya masih banyak ditemukan peraturan perundang-undangan nasional dan daerah yang masih tidak sesuai dengan prinsip-prinsip HAM. Hal ini mencerminkan masih adanya kekurangpahaman dari pembuat undang-undang.
UU No.16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.
Pemerintah sebenarnya sudah melakukan upaya untuk memfasilitasi organisasi masyarakat sipil dengan memberikan dukungan pendanaan, khususnya bagi yang bergerak di bidang bantuan hukum.
Dalam UU No.16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, pasal 16 (1) dinyatakan: Pendanaan Bantuan Hukum yang digunakan untuk penyelenggaraan Bantuan Hukum sesuai dengan Undang-Undang Ini di bebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Dalam UU ini diatur bahwa, penyelenggaraan pemberian Bantuan Hukum yang kepada warga negara merupakan upaya untuk memenuhi dan sekaligus sebagai implementasi negara hukum yang mengakui dan melindungi serta menjamin hak asasi warga negara akan kebutuhan akses terhadap keadilan (access to justice) dan kesamaan di hadapan hukum (equality before the law).
UU Bantuan hukum ini, menjadi salah satu bukti agenda pemerintah untuk memperkuat pilar-pilar demokrasi dengan memperkuat masyarakat sipil, khususnya yang bergerak di bidang bantuan hukum selain pengakuan eksistensinya juga dengan memberikan dukungan pendanaan dari APBN untuk organisasi masyarakat bidang bantuan hukum yang berada di level nasional dan, APBD untuk yang berada di level provinsi atau kabupaten/kota.
Oleh: Nawawi Bahrudin
Artikel ini merupakan bagian dari presentasi Diskusi RUU Ormas yang diselenggarakan tanggal 11 September 2012 di Bumiwiyata. Hasil kerjasama antara ICCO Kerk in Actie dan Yayasan Penabulu yang diikuti beberapa Yayasan Mitra ICCO Ker in Actie dengan narasumber dari: Kontras, Koalisi Kebebasan Berserikat, INFID, dan YLBHI.