The Sustainability Game! (Bagian 1/2)
Green company adalah pilar penting bagi green economy yang bermuara pada sustainability. Apa yang mesti diperhatikan organisasi?
Apa hubungan green company dengan green economy yang kini banyak disuarakan dimana-mana?
Pertanyaan itu muncul karena dua konsep itu terkait erat. Namun, mari kita dudukkan dulu satu per satu. Pada halaman sebelumnya diungkap bahwa sekalipun pengertian green company secara definisi sangat beragam, intinya adalah menjalankan organisasi dengan memperhatikan aspek lingkungan dan sosial. Demikian kata Darwina Sri Widjajanti, Direktur Eksekutif Yayasan Pembangunan Berkelanjutan.
Hal yang sama juga berlaku untuk green economy. Banyak definisi yang melingkupinya. Namun intinya, ungkap Maria R.Nindita Radyati, green economy adalah ekonomi yang mengalami peningkatan pendapatan dan lapangan pekerjaan yang didorong oleh investasi pemerintah ataupun swasta yang menghasilkan emisi karbon rendah, penggunaan sumber daya yang efisien, dan pengikutsertaan aspek sosial.
Dengan pemahaman seperti itu, green economy akan tercipta jika bisnis yang berjalan memenuhi setidaknya tiga syarat berikut ini. Pertama, menghasilkan emisi karbon rendah, misalnya menggunakan energi terbarukan yang berasal dari biogas atau solar cell (sinar matahari).
Kedua, menggunakan sumber daya secara hemat, dengan cara 3R: reduce, reuse dan recycle products. Contoh reduce: hemat menggunakan listrik. Reuse: memakai besi daur ulang untuk bangunan tanpa meninggalkan aspek keamanan-kenyamanan. Recycle: memproses kembali produk yang sudah rusak sehingga menjadi bahan baku kembali.
Adapun yang ketiga, memperhatikan aspek sosial. “Keberadaan organisasi tidak menimbulkan masalah sosial baru, misalkan jadi ada prostitusi karena adanya pabrik yang dibangun di daerah terpencil.” Kata Direktur Program MM-CSR Universitas Trisakti dan Direktur CECT itu.
Mempertimbangkan pemahaman seperti itu, maka dalam konteks menciptakan green economy, peran organisasi jelas sangatlah krusial sebagai institusi utama yang memproduksi barang dan jasa. Green company adalah elemen penting yang mendukung terciptanya green economy. Ini tak bisa dilepaskan. Organisasi bahkan menjadi komponen utama yang bisa memberikan nilai tambah terhadap green economy, atau justru penghancur terbesar.
“Jadi konteks green jauh lebih holistik. Ada aspek sosial disitu. Bicara recycling, pengolahan limbah, di dalam rantai itu ada aspek masyarakat, pemulung dan aspek lainnya,” ujar Yanti Triwadiantini, Direktur Eksekutif Indonesia Business Links, mencontohkan.
Hal ini perlu diluruskan karena yang di sebut green company tidak semata menyoroti sisi lingkungan. Lantas, apa bedanya dengan corporate social responsibility (CSR)?
Inilah persoalan yang sering menimbulkan salah kaprah. Dalam pengertian yang utuh, dikatakan Yanti, tak ada yang berbeda secara spirit. “Filosofinya sama,” katanya. Adalah responsibilitas organisasi untuk menjadi green company. Cuma masalahnya dimana-mana telah terjadi reduksi makna yang hakiki, yang sangat destruktif. CSR, misalnya. Ini adalah menyumbang ke lingkungan sosial dan memelihara lingkungan alam. Bobot public relations-nya sering lebih heboh. Bobot pencitraan dan poles wajah. Adapun green company adalah organisasi yang peduli lingkungan. Itu saja yang sudah terpatok di benak.
Oleh: Teguh S. Pambudi.
Sumber: Majalah SWA, Halaman: 42-44.