Peduli Terhadap Karyawan
Beberapa buku menyatakan bahwa pelanggan SDM adalah semua karyawan. Beberapa buku lain menambahkan bahwa perusahaanlah pelanggan dari departemen SDM. Pihak yang lain lagi menekankan bahwa pelanggan akhir perusahaan yang menggunakan produk dan servis perusahaan adalah pelanggan sesungguhnya dari SDM. Semuanya benar. Yang berbeda adalah scope (lingkup) dari departemen SDM di perusahaan itu.
Ada 3 jenis SDM dilihat dari lingkup kepeduliannya. Jenis SDM pertama membatasi lingkup kepeduliannya pada manusia-manusia yang secara langsung berhubungan dengan perusahaan. Misalnya, karyawan, pihak manajemen dan pelanggan perusahaan.
Jenis SDM kedua melebarkan lingkup kepeduliannya pada semua manusia yang berhubungan dengan perusahaan. Semua manusia di sini termasuk penyuplai, perusahaan outsource yang membantu kita, pemerintah dan keluarga ketiga jenis pelanggan di atas.
Jenis SDM ketiga melebarkan lingkup kepeduliannya pada semua manusia termasuk yang tidak ada hubungannya dengan perusahaan. Manusia-manusia di luar lingkup kedua di atas termasuk murid, organisasi nirbala, lingkungan masyarakat dan lain-lain. Kepedulian jenis ketiga ini meliputi kegiatan Corporate Social Responsibility.
Makin besar lingkup kepedulian sebuah SDM dan perusahaannya, makin rumit pula masalah yang dihadapinya. SDM yang telah mengembangkan kepedulian sampai tingkat ketiga biasanya sangat sibuk mengurusi berbagai hal yang rumit karena kesadaran bahwa semua orang ini dapat memengaruhi kinerja perusahaan. Buku ini membatasi pembahasan-pembahasan SDM sampai pada tingkat kepedulian di jenis pertama dan hanya sedikit melebar ke jenis kedua.
Kepedulian yang paling mendasar adalah kepedulian pada semua karyawan mulai dari pimpinan tertinggi sampai ke karyawan lepas. Kepedulian berarti bahwa SDM mengenal situasi karyawan dan dapat mengantisipasi apa yang biasanya dilakukan oleh karyawan pada situasi itu.
Tanpa peduli pada karyawan, akan sulit bagi SDM untuk menghindari kejutan-kejutan yang mestinya bukan merupakan kejutan sama sekali. Hampir semua karyawan mengalami lingkaran hidup yang cukup umum: mereka bersekolah atau kuliah, menikah, punya anak, membesarkan dan menyekolahkan anaknya. Tidak ada yang misterius dalam hal ini. SDM dapat mengantisipasi apa yang diharapkan karyawan dengan menganalisis usia, posisi, dan kebutuhan umum mereka.
Siklus kebutuhan karyawan sering dimulai ketika mereka mencapai usia antara 26 dan 30, mereka mulai memikirkan perkawinan. Sebelum usia perkawinan, karyawan biasanya cukup tenang dalam menghadapi kebutuhan sehari-hari karena mereka masih ikut orangtua.
Namun, setelah menikah, muncullah kebutuhan untuk menyewa rumah, mengisi rumah dengan prabot rumah tangga. Dan hadirlah anggota baru di keluarga itu. Anak merupakan sebuah perjuangan tersendiri yang rumit. Sering kali ibu yang tadinya bekerja terpaksa berhenti, kadang untuk waktu yang sangat panjang. Hal ini berarti pemasukan rumah tangga yang tadinya didukung dua orang kehilangan salah satu pendukungnya.
Lahirnya anak bisa disusul oleh anak kedua atau ketiga yang menambahkan beban. Sementara, anak kedua dan ketiga tumbuh, anak pertama mulai masuk sekolah diikuti oleh adik-adiknya. Biaya sekolah biasanya merupakan suatu beban besar yang tidak diduga. Tahap bersekolahnya anak-anak ini berlangsung lama dan secara konsisten menjadi bagian hidup yang membutuhkan uang banyak.
Tahap berikut yang bisa terjadi adalah meninggalkanya orangtua karyawan. Meninggalnya orangtua ini juga bisa merupakan hilangnya pendukung bagi beberapa karyawan, walaupun bisa juga merupakan hilangnya beban apabila karyawan selama ini mendukung kehidupan orangtuanya.
Akhirnya, tahap terakhir adalah tehap ketika karyawan harus bersiap-siap untuk pension. Di saat ini karyawan harus memikirkan masa depannya setelah dia tidak bersama dengan perusahaan lagi.
Karyawan biasanya membutuhkan bantuan keuangan terutama pada awal dari setiap tahap dalam siklus hidupnya. Pengeluaran yang belum pernah dialami sebelumnya sering membuat karyawan tidak siap untuk membayar biaya yang besar dan mendadak itu. Di sinilah perusahaan perlu mengantisipasi kebutuhan karyawan.
Seberapa Jauh Mengenal Karyawan?
Lina, manajer SDM sebuah perusahaan restoran dan kue, mengeluh bahwa terlalu banyak karyawan yang ingin meminjam uang. “Kami bukan bank. Kami tidak punya kebijakan meminjamkan uang.”
Kemudian, perusahaan diakuisisi oleh sebuah perusahaan nasional dan atasan lain berganti, dia tidak lagi melapor pada direktur operasi tetapi pada direktur SDM dari perusahaan yang melakukan akuisisi. Sebulan setelah akuisisi diresmikan, direktur SDM memanggil Lina untuk menunjau ulang kebijakan SDM.
Apakah tidak ada karyawan yang meminjam uang? “Tanya beliau ketika melihat daftar karyawan. “Ada yang berusaha, Pak, Tapi, kami tidak punya kebijakan seperti itu,” jawab Lina. Dia heran bahwa atasannya bisa mananyakan hal itu.
“Bagaimana kita membantu mereka yang sedang kekurangan dana untuk hal-hal penting dalam keluarga mereka?” Tanya direkturnya lagi.
“Kita tidak membantu mereka, Pak,” jawab Lina yang makin heran.
Sang direktur balik memandang Lina dengan penuh keheranan. “Apakah Departemen SDM mengenal karyawan secara mendalam?”
Lina kebingungan apa yang harus dijawab. Sang Direktur mengangguk-angguk.
“Ya, sudah saya duga.” Katanya.
Walaupun siklus ini cukup predictable, bahkan pejabat departemen SDM yang berpengalaman pun belum tentu siap untuk mengantisipasi semua kebutuhan ini. Mereka sering kali sibuk memecahkan masalah kepersonaliaan dan kebutuhan perusahaan sehari-hari sehingga hal-hal yang predictable ini lolos dari radar mereka. Cara terbaik adalah memiliki analisis terhadap beberapa pengeluaran karyawan yang terbesar. Cara yang lain adalah dengan mengembangkan hubungan secara akrab dengan berbagai karyawan. Topik keuangan yang terus-menerus bermunculan dari tatap muka akan membuat SDM lebih sensitive terhadap kebutuhan karyawan.
Disarikan dari buku: Mengapa Departement SDM Dibenci?, Penulis: Steve Sudjatmiko, Hal: 128-133.