Melayani karena Hati
Jauh sebelum bercita-cita menjadi dokter, Lie Agustinus Dharmawan sudah mendengar nasihat ibunya. Kata ibunya, “Lie, kalau kamu sudah jadi dokter, jangan memeras orang kecil. Mereka akan membayar berapa pun, tetapi diam-diam menangis di rumah karena tidak ada makanan.” Dalam hati Lie, nasihat ini bagai bara yang tak pernah padam.
Lie tumbuh dalam keluarga sangat sederhana. Dari lingkungan itulah ia melihat sulitnya masyarakat pergi ke dokter. Kemiskinan memaksa orang pergi ke dukun, satu-satunya alternatif untuk mengobati penyakit.
Tergugah oleh keadaan itu, Lie memutuskan untuk menjadi dokter. Ia lebih percaya dokter bisa menolong banyak orang, ketimbang sebagai profesi yang terpandang. Pada april 1967, saat usianya 21 tahun, ia terbang ke Jerman untuk kuliah kedokteran. Ia pergi tidak dengan uang cukup, hasil kerja serabutan yang dilakukannya sebelum berangkat.
Lie lulus pendidikan kedokteran, dari S1 hingga S3, di sana. Dia sukses meraih empat spesialisasi: ahli bedah umum, ahli bedah toraks, ahli bedah jantung, dan ahli bedah pembuluh darah.
Karena panggilan hati, ayah tiga anak ini pulang ke tanah air. Di Indonesia dia menolong orang tanpa melihat-lihat latar belakang, banyak bahkan dari kalangan bawah, mulai dari pembantu hingga anak tukang becak. Pada 1998, dokter yang mendapat julukan Doli alias “dokter Lie” ini ikut menangani aktivis yang terluka saat demo menggulingkan rezim Orde Baru.
Paham bahwa rumah sakit mustahil didirikan di setiap tempat, Lie menggagas pembangunan rumah sakit apung pertama di Indonesia. Agar bisa menjangkau masyarakat di pelosok yang jauh dari fasilitas kesehatan. “Jika mereka tak dapat mendatangi kita, mengapa bukan kita yang jemput bola dengan rumah sakit bergerak?” ujarnya.
Surat Untuk Anak-Anak Saya, Calon Pemimpin Indonesia…
KEBANGGAAN sebagai warga negara Indonesia. Inilah kata kunci penting sebelum melakukan tindakan apapun sebagai wujud cinta Tanah Air. Kebanggaan adalah pemicu gairah terbesar yang akan mendorong kalian melakukan hal terbaik bagi bangsa dan negara ini.
Inilah yang saya sadari betul sejak awal. Saya bangga menjadi bagian Indonesia, sekalipun suara pesimistis menggaung lebih kencang di luar sana. Kebanggaan tak bersyarat mendorong saya melakukan apapun demi kemajuan bangsa ini, tanpa pamrih.
Di sisi lain, kebanggaan tak akan membuahkan apa-apa jika tak disertai tindakan nyata, sesuai dengan passion atau talenta masing-masing. Ketika melihat ke dalam diri sendiri, saya mulai berpikir apa yang dapat dilakukan demi masa depan negara ini.
Kesehatan, itulah bidang yang saya tekuni. Jadi dokter merupakan cita-cita saya sejak kecil. Jadi dokter mempermudah saya menolong banyak orang. Rasa bangga sebagai warga negara Indonesia, passion di bidang medis ditambah hasrat besar menolong membuat saya mencari tahu kebutuhan sesama.
Penderitaan sesama adalah penderitaan saya juga. Betapa memilukan ketika saya melihat jutaan warga tak mampu harus menguras harta demi kesembuhan. Lebih menyayat hati ketika saya melihat seorang anak perempuan berusia sembilan tahun yang ususnya nyaris pecah harus berperahu tiga hari dua malam bersama ibunya demi menghindari maut.
Sungguh, masih banyak jutaan warga Indonesia lainnya yang tidak mendapat akses untuk hidup layak pada masa kini dan besar kemungkinan masa mendatang, termasuk urusan kesehatan.
Rasa bangga dan ingin menolong saja tidaklah cukup. Butuh tindakan nyata dalam jangka panjang agar hidup saya berdampak pada banyak orang. Tindakan nyata pun butuh kerja keras yang konsisten dengan penuh kesabaran dan ketabahan yang tak semudah membalikkan telapak lengan.
Untuk mencapai hal tersebut, saya tak dapat bekerja sendiri. Butuh kalian semua agar upaya memberi dampak positif pada sesama tak berhenti pada diri saya.
Semangat inilah yang mendorong saya mendirikan doctorSHARE atau Yayasan Dokter Peduli. Melalui wadah doctorSHARE, saya telah berupaya mendorong generasi muda seperti kalian berkarya bagi sesama yang membutuhkan sehingga mereka sehat, pintar dan berdaya untuk membangun negara.
Meski masih berusia dua tahun, doctorSHARE telah memulai karya nyata yang dimulai dengan aksi sosial pengobatan gratis di berbagai lokasi Tanah Air dari barat sampai ke timur, baik regular maupun kejadian istimewa seperti banjir, gempa dan tsunami. Anak-anak muda doctorSHARE yang saya bina telah menunjukkan komitmennya yang luar biasa dalam menolong sesama.
Langkah berikutnya lahir ketika doctorSHARE melihat kebutuhan lain yang tak kalah genting dalam jangka panjang yakni gizi generasi muda Indonesia. Mereka adalah calon pemimpin bangsa yang harus pintar dan sehat secara lahir maupun batin. Untuk mencapai hal tersebut, gizi menempati titik vital.
Rentang usia 0-3 tahun merupakan masa-masa krusial bagi pertumbuhan fisik (termasuk otak) dan mental seseorang. Gizi kurang apalagi gizi buruk jelas berpotensi besar menyebabkan mereka cacat permanen. Selain sakit-sakitan, kemampuan mereka menyerap pendidikan jadi amat terbatas. Ketidakmampuan menyerap pendidikan mendorong ketidakmampuan mencari nafkah. Jangankan memajukan bangsa, bertahan hidup sehari-hari saja sulit.
Inilah yang mendorong doctorSHARE mendirikan Panti Rawat Gizi dan Panti Rawat Anak di Kei, Maluku Tenggara. Melalui panti tersebut, doctorSHARE berupaya mendeteksi gizi kurang dan buruk sedini mungkin, memulihkan mereka yang telanjur mengalaminya serta memberi edukasi pada warga soal gizi anak. Tujuannya hanya satu: menyelamatkan masa depan Indonesia dari ancaman lost generation.
Pada saat bersamaan, doctorSHARE bekerja sama dengan Care Channels Indonesia secara rutin juga memberi edukasi kesehatan pada warga periferi ibukota, khususnya ibu dan anak. Edukasi tersebut dilakukan secara rutin dalam bentuk sosialisasi mulai dari penyuluhan gaya hidup bersih melalui cuci tangan dan gosok gigi, penyuluhan bahaya cacingan, demam berdarah, dan masih banyak lagi.
Seiring waktu, doctorSHARE pun menyadari kebutuhan lain yang sejalan dengan tujuan menyelamatkan masa depan Indonesia. Di tengah kebanggaan sebagai negara maritim terbesar dunia, saya dan rekan-rekan melihat langsung betapa sulitnya masyarakat daerah terpencil memperoleh akses kesehatan. Jutaan warga harus bertempur mengarungi laut melawan maut demi secuil harapan sembuh.
Berangkat dari kesadaran ini, doctorSHARE mengembangkan ide rumah sakit terapung (floating hospital). Floating hospital doctorSHARE merupakan rumah sakit apung swasta pertama di Indonesia. Saat ini, rumah sakit apung tersebut dalam tahap persiapan sebelum beraksi melahirkan karyakarya kemanusiaan bagi warga paling terpencil di seluruh pelosok Tanah Air.
Semua tentu bukan pekerjaan mudah. Hantaman tantangan dan cercaan sering datang dari segala penjuru. Butuh kerja keras yang konsisten dan persisten di tengah badai yang menghujam. Oleh karenanya, ketabahan dan iman yang luar biasa pun menjadi bensin yang menggerakan doctorSHARE.
ANAK-ANAK, beruntunglah kalian yang melek huruf dan cukup sehat untuk membaca surat ini. Pada saat bersamaan, rekan-rekan kalian dari berbagai penjuru Tanah Air tak seberuntung kalian. Mereka harus membanting tulang secara tak wajar bahkan berjuang melawan maut demi mempertahankan hidup.
ANAK-ANAK, tak perlu istilah-istilah akademis untuk menjelaskan betapa negara ini membutuhkan kalian, para calon pemimpin yang akan membangkitkan Indonesia di mata dunia. Mulai melihat dunia yang lebih besar daripada diri sendiri. Setelah melakukannya, kelak saya ingin mendengar cerita kalian soal nikmatnya “ketagihan” berbagi.
Akhirnya, saya tahu bahwa saya bukanlah satu-satunya orang yang peduli pada masa depan Indonesia. Saya hanyalah satu dari jutaan kalian yang bangga menjadi warga Indonesia dan mau menghidupkan kebanggaan tersebut sebagai sesuatu yang nyata. Berbagi pada sesama tidaklah rumit, tetapi harus dilakukan melalui kerja keras yang konsisten.
Saya percaya kalian adalah anak-anak muda yang berdampak besar bagi negara ini, sebuah batu loncatan awal menuju Indonesia yang dihormati dan dikagumi dunia. Selamat berjuang, Nak.
Dr. Lie A. Dharmawan, Ph.D, Sp.B, Sp.BTKV
Sumber: Surat Dari & Untuk Pemimpin, Penulis: Lie Agustinus Dharmawan, Hal: 311-313.