Fasilitasi Lokalatih Pengembangan Prosedur Operasional Standar Dukungan Sebaya Tingkat Nasional Yayasan Spiritia, Jakarta, 10-14 November 2014
Yayasan Spiritia bekerja sama dengan Penabulu Alliance mengadakan pelatihan pengembangan prosedur operasional standar dukungan sebaya tingkat nasional. Bertempat di Hotel Bluesky, Jakarta, pelatihan ini berlangsung dari tanggal 10-14 November 2014.
Pelatihan ini diikuti oleh 11 Propinsi di Indonesia yaitu dari Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, Papua Barat, Papua, Jawa Barat dan DKI Jakarta. Masing-masing propinsi diwakili oleh 2 anggota. Pelatihan ini bertujuan untuk mengidentifikasi hal-hal yang mungkin sudah atau belum dilakukan Kelompok Penggagas (KP) di dalam organisasi.
Pelatihan ini dimulai dengan pembukaan oleh Patrick dari Yayasan Spiritia, Patrick berkata, “Harapannya kita mempunyai SOP (Standard Operating Procedure) yang digunakan bersama yang menjadi standar yang digunakan oleh sistem dukungan sebaya yang ada”. Sebelum masuk ke materi, Ratna Dwi Puspitasari atau biasa dipanggil Nana, meminta peserta untuk menuliskan nama, posisi, nama lembaga, hal yang menyenangkan dan tidak menyenangkan terkait posisi di lembaga peserta masing-masing.
Materi pertama dibawakan oleh Tino Yosepyn. Tino membawakan materi “Asesmen Kapasitas Lembaga”. Materi ini membahas tentang Peranti, Peranti merupakan singkatan dari “Perangkat Mandiri Penilaian Transparansi dan Akuntabilitas Organisasi Nirlaba Indonesia”. Peranti adalah perangkat yang dikembangkan oleh Penabulu Alliance untuk membantu organisasi nirlaba Indonesia melakukan pemindaian obyektif dan kemudian mulai mengembangkan rencana peningkatan kapasitas organisasi secara mandiri.
Hari kedua materi disampaikan oleh Eko Komara. Eko membawakan materi kedua tentang “Berpikir Dalam Kerangka Sistem”. Eko mengingatkan bahwa sistem harus bisa dilihat secara visual. Eko berpesan, “SOP ada untuk membantu kita, bukan sebagai dewa kita”. Materi selanjutnya tentang “Pengantar Pengelolaan Sumber Daya Manusia”. Masih dibawakan oleh Eko Komara, Eko berujar, “Tidak ada satu resep yang sama untuk semua organisasi untuk pengelolaan sumber daya manusia”. Setelah break, Tino memberikan pengantar untuk sesi ketiga yaitu “Komponen Pengelolaan Sumber Daya Manusia”. Tino meminta peserta untuk menulis di kertas plano identifikasi masalah yang sering terjadi di organisasi terkait pengelolaan sumber daya manusia. Materi ini membahas tentang siklus pengelolaan sumber daya manusia, yaitu, personalia, pengembangan, hubungan tenaga kerja, kesehatan & keselamatan kerja, penilaian kerja dan remunerasi.
Materi hari ketiga disajikan oleh Eko Komara. Eko menyajikan materi sesi satu yaitu “Kerangka Pengelolaan Pengetahuan Organisasi Nirlaba (ONL)”, sesi kedua yaitu “Pemetaan Arus dan Alur Pengetahuan Dalam ONL”, sesi ketiga adalah “Konversi dan Spiralisasi Pengetahuan Demi Keberlanjutan ONL” dan sesi keempat yaitu “Muara Dari Dua Arus Pengetahuan ONL”. Setelah itu materi selanjutnya disampaikan oleh Ratna dan Mario. Ratna dan Mario menyajikan materi “Informasi dan Laporan Keuangan”, serta materi “Merancang SOP Pengelolaan Keuangan”.
Hari berikutnya, materi “Mobilisasi Sumber Daya” dibawakan oleh Dinnie Indirawati, materi ini sedikit banyak membahas tentang bagaimana memperluas sumber-sumber daya dan meningkatkan keterampilan, pengetahuan dan kapasitas yang dimiliki organisasi. Selanjutnya Noor Muhammad Ruliady membawakan materi “Mengelola Arus Pengalaman”. Materi ini menjabarkan tentang bagaimana mengelola arus pengalaman dari segi budaya organisasi. Berikutnya materi “Mengelola Arus Informasi” Disampaikan oleh Sugeng Wibowo. Materi ini lebih mengacu kepada pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi di dunia NGO (Non- Governance Organization).
Hari kelima, materi pelatihan terakhir disajikan oleh Akhmad Supiani. Akhmad Supiani menyajikan materi “Pengelolaan Sistem Administrasi”. Materi ini membahas tentang bagaimana menyusun sistem secara mandiri dan partisipatif di lembaga tertentu. Sebagai penutup, Daniel dari Yayasan Spiritia mengatakan, “Saya merasa kalian sudah berada di level yang lebih baik, “Pelatihan ini melatih kalian untuk mandiri”, ungkap Daniel. Ia menambahkan bahwa kerja keras Kelompok Penggagas tidak akan berarti tanpa KDS (Kelompok Dukungan Sebaya). Sejumlah peserta mengaku setelah mengikuti pelatihan selama lima hari, mereka menjadi tahu bahwa banyak Pekerjaan Rumah yang harus diselesaikan, namun itu bukanlah penghalang namun tantangan bagi mereka.