Fasilitasi Lokakarya Peningkatan Kapasitas Organisasi untuk Strategi Pendanaan dalam Program Anak dengan HIV, Jakarta, 21-23 Desember 2014
“Lakukan apa yang bisa kamu lakukan jika itu berurusan dengan kemanusiaan”
Kalimat lontaran Mas Yudie itu, panggilan akrab Yudie Oktav salah satu founder Yayasan Syair Untuk Sahabat, seolah menyihir seluruh orang di ruang Amaris 1. Seakan mengembalikan kami dalam semangat yang mengumpulkan kami sejak Minggu (21 Desember 2014) hingga Selasa (23 Desember 2014) di Hotel Amaris Tebet Jakarta. Acara ini sendiri bertajuk Lokakarya Peningkatan Kapasitas Organisasi untuk Strategi Pendanaan Dalam Program Anak Dengan HIV, diinisiasi oleh Indonesia AIDS Coalition (IAC) menghadirkan organisasi bidang HIV/AIDS bersama para narasumber.
Hadir dalam kesempatan ini, rekan-rekan dari Yayasan Karisma, Ikatan Perempuan Positif Indonesia DKI Jakarta, Yayasan Syair Untuk Sahabat, Yayasan Lentera Anak Pelangi, Yayasan Layak, YHB dan beberapa organisasi lain yang bekerja untuk program anak dengan HIV.
Narasumber yang datang adalah, Mbak Helen dari SUBDIT AIDS Kementrian Kesehatan RI. Dari Penabulu Alliiance hadir Eko Komara, Budi Santosa dan Sugeng Wibowo, sedangkan Mbak Nova dari Unicef, Mas Yudi Oktav dari Syair Untuk Sahabat. Mas Bernard dari YAI, Kang Febby Lorentz dari Bandung, dan Setya dari Fokus Muda. Public Campaigner IAC sendiri yaitu Mbak Ayu dan Mas Deny turut pula menyampaikan materi. NM Ruliady, seperti biasa, berperan sebagai fasilitator, ditemani saya, Tino Yosepyn.
Kegiatan dibuka oleh Tasya, panggilan akrab Natasya Evalyne Sitorus. Tasya bercerita, dalam 25 tahun intervensi penanggulangan HIV di Indonesia, anak-anak terdampak HIV boleh jadi belum mendapatkan perhatian yang serius. Sementara belakangan, seperti yang disampaikan oleh Pak Irwanto, ada lebih enam ribu anak Indonesia terindikasi mengidap virus ini. Anak-anak dengan HIV positif membutuhkan perhatian lebih spesifik soal kesehatan dan pemenuhan nutrisi bagi tumbuh kembang mereka. Sama dengan anak-anak yang lain, mereka juga membutuhkan pelukan dan mereka memerlukan kasih sayang.
Dalam sesi penggalangan sumber daya yang disampaikan oleh Eko Komara, pria penyuka warna hitam, tak kalah membius para peserta dengan satu kata kunci – yaitu perubahan. Dengan gayanya yang khas, Budi Santosa menekankan bahwa dalam proses penggalangan sumber daya, organisasi penyedia layanan kemanusiaan memerlukan strategi marketing yang baik untuk mengemas isu, agar masyarakat bersedia pula mengambil peran.
Di hari kedua, Prof. Irwanto, Ph.D, kembali mengingatkan kami tentang betapa pentingnya kerja berjejaring dan kolaboratif untuk menghasilkan terobosan baru dalam isu anak dengan HIV Positif. Om Sugeng, panggilan kepada Sugeng Wibowo, mengajak untuk kembali melihat stategi komunikasi yang dapat digunakan dalam penggalangan sumber daya. Tentang website dapat menjadi ujung tombak organisasi untuk dapat memobilisasi sumber daya yang diperlukan, berkali-kali ia lontarkan.
Hari ke tiga, Bang Rully mengajak semua peserta untuk bekerja kelompok kecil untuk merumuskan strategi penggalangan. Dari sekian banyak petikan pembelajaran yang sudah disampaikan dua hari sebelumnya, ditemukan tiga tema besar penggalangan sumber daya, yaitu Event, Kebutuhan, dan Layanan.
Di hari ini, Mas Giten Khwairakpam dari Treat Asia, hadir pula menyemarakkan kegiatan. Catatan penting yang disampaikan oleh laki-laki asal Bangkok (Thailand) ini adalah dibutuhkan banyak variasi dan kreatifitas dalam program untuk anak dengan HIV Positif, mengingat banyaknya kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seorang dengan kebutuhan khusus, seperti anak dengan HIV positif.
Mengikuti lokakarya ini, saya menjadi teringat pesan Ki Hadjar Dewantara, “Anak-anak hidup dan tumbuh sesuai dengan kodratnya sendiri”. Oh ya, satu lagi, kata-kata Bapak Anies Baswedan bahwa kekayaan terbesar sebuah bangsa adalah manusianya, bukan sumber daya alamnya. (TY)