Menuju Kemandirian Keuangan

Sep 25, 2013 No Comments by

Oleh : Emil Salim

Richard Holloway, penulis buku ini, pernah bercerita kepada saya bahwa Organisasi Masyarakat Sipil (Civil Society Organizations) Filipina lebih diterima masyarakatnya ketimbang keadaan di Indonesia.

Sehingga peranan OMS sangat luas di sana dan didukung oleh sumber pembiayaan yang mandiri dari masyarakat sendiri.

Saya bisa memahami keadaan OMS Filipina ini karena masyarakatnya sudah lama mengenal dan dihinggapi semangat demokrasi yang sudah lama dikembangkan Amerika Serikat sejak masa dulu, sehingga penyebaran aktivitas pada seluas mungkin masyarakat yang terhimpun dalam berbagai ragam OMS sudah diterima sebagai suatu kelaziman. Karena itu, berkembang pula tradisi masyarakat untuk mendukung kegiatan OMS dengan memberi bantuan keuangan.

Indonesia menderita pengalaman lain. Secara formal negara kita menerima konsep demokrasi. Namun dalam praktek, demokrasi yang diterapkan adalah sesuai dengan selera Penguasa. Karena itu ia disebut “demokrasi terpimpin” atau “demokrasi Pancasila” yang batasan demokrasinya ditentukan oleh Penguasa.

Para penguasa memberi macam alasan untuk mengendalikan demokrasi. Kehidupan politik dirasa belum termantapkan dan stabilitas serta keamanan masih perlu ditegakkan sebagai prasyarat pembangunan ekonomi.

Lahirnya ikhtiar mengkooptasi lembaga perwakilan dan lembaga peradilan dengan menyatukan kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yidukatif di satu tangan Penguasa. Sejalan dengan ini usahawan pun dikooptasi, dan hanya yang dekat dengan sang Penguasa bisa tumbuh menjadi konglomerat. Begitu pula di lingkungan masyarakat sipil, hanya yang mau dicaplok Penguasa bisa menumbuhkan organisasinya. Sedangkan OMS lainnya yang ingin tegak mandiri dimusuhi dan sulit berkembang.

Dalam keadaan seperti ini tumbuh sikap OMS “memusuhi” Pemerintah. Segala perbuatan Pemerintah dan pengusaha konglomerat ditanggapi secara negatif. Dan, lahirlah di kalangan para pemimpin OMS sikap “oposisi terselubung”. Hal ini sebaliknya memperkuat kecurigaan Pemerintah terhadap OMS sehingga ruang lingkup aktivitasnya dipersempit dan semua kegiatan OMS harus memperoleh persetujuan Pemerintah.

Dalam suasana seperti ini tidak berkembang gairah masyarakat untuk bersedia membiayai gerakan OMS. Kalaupun ada, ini dilakukan secara tersembunyi dan terselubung. Sehingga satu-satunya jalur yang terbuka hanyalah menggali dana pembiayaan OMS dari luar negeri. Praktis kebanyakan OMS tumbuh berkembang dengan mengandalkan sumber pembiayaannya dari luar negeri.

Keadaan ini memperkuat kecurigaan Pemerintah bahwa OMS menjadi corong suara pihak asing, merupakan kepanjangan tangan kepentingan pihak asing. OMS yang bergerak di bidang kemiskinan dituduh sebagai “menjual kemiskinan” untuk meraih dana bantuan dari luar negeri. OMS dituduh “mengkomersialkan kebutuhan masyarakat” untuk kepentingan orang-orang yang mengelola OMS. Ringkasnya, OMS dicurigai Pemerintah. Dan masyarakat umum enggan terseret dalam pertarungan dengan Pemerintah sehingga keterlibatan masyarakat dalam OMS dihindari.

Semula OMS dikenal dalam Undang-Undang No. 4 tahun 1982 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai lembaga swadaya masyarakat yang dilindungi hak kehidupannya. Namun dalam perkembangan di tahun 90-an, sebutan lembaga swadaya masyarakat ini pun diganti dengan “organisasi kemasyarakatan”, karena kondisi politik membangkitkan alergi atas sebutan LSM di kalangan Pemerintah.

Di luar negeri, usahawan dan dermawan yang memberi bantuan pada yayasan atau usaha kemasyarakatan diberi pengurangan pajak atas sumbangannya itu. Di Indonesia, hal ini tidak dimungkinkan karena pihak derma dan bantuan tetap dikenakan pajak. Sehingga praktis tidak tumbuh iklim dan suasana yang menggairahkan masyarakat untuk aktif membiayai kehadiran dan kegiatan OMS.

Kondisi ini telah berubah sejak tercetus reformasi dan digeserkannya Penguasa lama. Era demokrasi dicanangkan. Bandul demokrasi yang semula berada pada ujung “demokrasi terkendali” kita mengayun ke ujung “demokrasi bebas”.

Dan kebebasan dimasuki masyarakat kita sampai-sampai cenderung kebablasan. Orang merasa bebas bicara apa saja. Pers bebas tumbuh menjamur. Puluhan partai politik bangkit berdiri. Ratusan ribuan lembaga swadaya masyarakat lahir di penjuru tanah air. Inilah zaman kebebasan OMS yang tak pernah dialami.

Dalam eforia demokrasi bebas ini timbul gejala lain, yakni kecenderungan OMS melindas lembaga yang dianggap “lawan”. Bersama dengan buruh atau masyarakat setempat diajukan berbagai tuntutan kepada lembaga seperti kenaikan gaji, ganti rugi tanah, ganti rugi kerusakan lingkungan. Bahkan tuntutan perutupan usaha. Dan ini menumbuhkan “ketakutan” di kalangan pengusaha dan tidak menimbulkan gairah membantu membiayai OMS.

Beberapa OMS bergiat pula dalam kegiatan advokasi menegakkan hak asasi manusia, menggali aspirasi masyarakat, juga di bidang politik. Sehingga menjadi polemik di manakah perbedaan antara OMS yang mengajukan tuntutan politik dengan partai politik. Dan polemik menjadi ruwet jika sumber pembiayaan ditelusuri sampai ke kelompok berkepentingan politik di luar negeri. Maka kaburlah garis pemisah antara OMS advokasi aspirasi masyarakat dengan partai politik. Sekarang kita perlu memantapkan posisi perjuangan OMS di tengah-tengah masyarakat untuk mendorong pertumbuhan OMS sebagai wahana pemberdayaan masyarakat. OMS berhak menyalurkan aspirasi masyarakat, namun menurut cara yang berlainan dan karena ini harus menarik garis perbedaan dengan cara-cara party politics.

Maksud utama OMS adalah pemberdayaan kelompok masyarakat untuk membangun masyarakat sipil. Demokrasi fitri hanya bisa tumbuh jika ditopang masyarakat sipil. Dalam masyarakat sipil, demokrasi politik memungkinkan pengambilan keputusan politik pada seluas mungkin anggota masyarakat yang mendelegasikan aspirasi politiknya melalui partai politik dan organisasi politik hasil pemilihan umum yang bebas, jujur, dan adil. Demokrasi politik ini diikuti oleh demokrasi ekonomi yang intinya adalah pengambilan keputusan ekonomi pada seluas mungkin anggota masyarakat untuk menanggapi sinyal harga yang tumbuh dalam pasar bebas dari monopoli dan monopsoni dalam sistem ekonomi yang adil distribusi pendapatan dan kesejahteraannya. Untuk menumbuhkan demokrasi politik dan ekonomi inilah, fungsi OMS memberdayakan anggota masyarakat agar mampu menyalurkan dan mewujudkan aspirasinya secara terorganisasi.

Dalam melaksanakan tugas OMS ini, sangatlah penting dikembangkan kemandirian (self-reliance) yang terutama terwujud dalam pembiayaan kegiatan OMS. Bantuan Pemerintah, lembaga, dan berbagai organisasi masyarakat dapat digali dan diterima OMS. Syarat utama adalah terlestarikannya keswadayaan, integritas, dan kredibilitas OMS sebagai organisasi yang mandiri.

Dana masyarakat akan terangsang untuk disalurkan pada OMS yang diyakininya mampu memperjuangkan aspirasi anggota masyarakat. Sebaliknya, OMS yang dipercaya masyarakat akan dapat menggali kemampuan masyarakat mengorganisasi dan membiayai dirinya sendiri. OMS berkewajiban memberdayakan anggota masyarakat agar mampu secara berkelompok mengembangkan dirinya menjadi mandiri. Untuk menegakkan kemandirian ini, OMS harus mampu menggali sumber pembiayaannya dari masyarakat dalam negeri dan luar negeri. Untuk ini, diperlukan program, manajemen, dan reputasi organisasi yang baik. Dan, yang paling utama diperlukan adalah kemampuan menggalang sumber daya bagi pengembangan OMS.

Tantangan ini lebih pelik bagi OMS negara berkembang, karena masyarakatnya sendiri masih kurang kemampuannya dibandingkan dengan negara maju. Untuk ini diperlukan pemahaman kiat dan teknik menggalang sumber daya bagi OMS di negara berkembang.

Buku Panduan ini membantu OMS mencapai kemandirian keuangan yang perlu dipahami oleh kelompok masyarakat sipil. Dengan menerapkan kemandirian keuangan ini, kita berdayakan masyarakat menegakkan kemandirian, martabat, keadilan, dan kesejahteraan bangsa.

Jakarta, 4 Juni 2001

Kata pengantar edisi Indonesia buku Menuju Kemandirian Keuangan, penulis : Richard Holloway, penerbit : Yayasan Obor, 2001, halaman : xxvi – xxx

Posted by Elisabeth Inawati on June 14, 2011

Bentuk Penggalangan, Posisi, Peran, dan Misi, Teori Pertumbuhan

About the author

The author didnt add any Information to his profile yet
No Responses to “Menuju Kemandirian Keuangan”

Leave a Reply