Tujuh Kriteria untuk Menilai Indikator Kinerja

Sep 13, 2012 1 Comment by

1.    Langsung. Suatu indikator kinerja harus mengukur setepat mungkin hasil yang ingin diukur. Ia tidak boleh diletakkan” pada suatu tingkat yang lebih tinggi atau lebih rendah dari pada hasil yang diukur. Misalnya, angka preoalensi kontrasepsi merupakan pengukur langsung dari hasil Peningkatan penggunaan metode Keluarga Berencana. Tetapi, jumlah petugas layanan KB yang dilatih TIDAK bisa menjadi pengukur langsung untuk hasil Peningkatan mutu layanan KB. Sekedar melatih orang tidak berarti mereka akan memberikan layanan lebih bermutu.

Bila penggunaan indikator yang langsung tidak dimungkinkan, satu atau lebih indikator proxy (tidak langsung) mungkin bisa dipakai. Misalnya, terkadang data yang bisa diandalkan dari ukuran langsung tidak bisa diperoleh dengan frekuensi yang sesuai dengan kebutuhan manajer, sehingga diperlukan indikator proxy untuk memberikan wawasan yang tepat waktu tentang kemajuan proyek. Indikator proxy merupakan ukuran tidak langsung yang berkaitan dengan “hasil” melalui satu atau beberapa asumsi. Misalnya, di daerah pedesaan umumnya sulit sekali mengukur tingkat pendapatan secara langsung. Ukuran semacam persentase rumah yang beratap seng (atau kepemilikan pesawat TV atau sepeda motor) merupakan proxy yang bisa berguna, meskipun kasar sifatnya. Asumsinya adalah, bahwa bila orang desa memperoleh pendapatan lebih besar mereka cenderung membeli berbagai barang tertentu. Bila ada bukti yang meyakinkan bahwa asumsi tersebut kuat, (misalnya berdasarkan suatu riset atau pengalaman di tempat lain), maka proxy tersebut bisa menjadi indikator yang memadai, walaupun masih kalah bagus ketimbang suatu ukuran yang langsung.

2.    Obyektif. Suatu indikator yang obyektif tidak mengandung keraguan tentang apa yang harus diukur. Yaitu, ada kesepakatan secara umum tentang penafsiran terhadap hasilnya. Ia bermatra/dimensi tunggal dan “tepat” atau jelas/tegas secara operasional. Bermatra tunggal artinya ia mengukur hanya satu fenomena pada satu saat. Hindari untuk mencoba menggabungkan terlalu banyak hal dalam satu indikator, seperti mengukur akses dan pemakaian sekaligus. Ketepatan operasional (Operational precision) maksudnya tidak ada ambigu/kerancuan tentang data macam apa yang harus dikumpulkan untuk suatu indikator. Misalnya, sementara jumlah  ekspor yang berhasil masih bersifat rancu, jumlah ekspor yang mengalami peningkatan pendapatan tahunan minimal 5 persen, secara operasional “tepat”.

3.    Memadai/Mencukupi. Dalam “kelompok”nya, suatu indikator kinerja dan indikator lain yang menyertainya harus secara memadai mengukur hasil yang dipersoalkan. Sebuah pertanyaan yang sering dikemukakan adalah “berapa banyak indikator yang harus dipakai untuk mengukur suatu hasil?” Jawabannya tergantung pada:

  • kompleksitas hasil yang diukur;
  • tingkat sumber daya yang tersedia bagi monitoring kinerja; dan
  • banyaknya informasi yang dibutuhkan untuk membuat keputusan yang cukup diyakini.

Untuk beberapa jenis hasil yang sifatnya langsung dan mempunyai ukuran yang telah diuji dan benar, mungkin satu indikator kinerja saja sudah cukup. Misalnya, bila hasil yang diinginkan adalah peningkatan ekspor tradisional, indikator nilai ekspor tradisional dalam dollar per tahun mungkin sudah cukup. Bila satu indikator tunggal tidak mernadai, atau bilamana ada manfaatnya untuk melakukan “triangulasi” – maka dua atau lebih indikator tambahan mungkin diperlukan. Namun, hindari pemakaian terlalu banyak indikator. Cobalah menyeimbangkan antara sumber daya tersedia untuk mengukur kinerja dan banyaknya informasi yang diperlukan manajer dalam membuat keputusan yang diperhitungkan matang.

4.    Kuantitatif, bila mungkin. Indikator kuantitatif berupa angka (angka atau persentase nilai dollar, tonase, adalah contohnya). Indikator kualitatif merupakan observasi deskriptif (pendapat seorang pakar tentang kekuatan lembaga, atau suatu deskripsi tentang perilaku). Meskipun indikator kuantitatif tidak selalu lebih obyektif, ketepatan/presisi angka mereka cenderung membuat adanya  kesepakatan tentang penafsiran data hasil, sehingga biasanya lebih disukai. Namun, meskipun suatu indikator kuantitatif yang efektif telah digunakan, indikator kualitatif dapat mendukung angka-angka dan persentase, dengan kekayaan informasi yang membuat hasil program menjadi lebih hidup.

5.    Dipilah-pilah (Disaggregated), bila diperlukan. Memilahkan hasil program di tingkat masyarakat menurut jender, usia, lokasi atau berbagai matra lain kerapkali penting dilakukan dari sudut pandang manajemen atau pelaporan. Pengalaman menunjukkan bahwa kegiatan pembangunan kerapkali memerlukan pendekatan yang berbeda untuk kelompok yang berbeda dan pengaruhi/akibat-nya pada kelompok-kelompok tersebut berbeda pula. Data yang dipilah-pilah akan membantu mengkaji apakah suatu kelompok tertentu telah berpartisipasi dan memperoleh manfaat dari kegiatan yang di tujukan pada mereka. Dengan demikian, sangat masuk akal bagi praktek manajemen yang baik bahwa indikator kinerja seharusnya peka terhadap berbagai perbedaan semacam itu.

6.    Praktis. Suatu indikator dikatakan praktis bila data dapat diperoleh tepat waktu dan dengan biaya yang pantas. Para manajer memerlukan data yang dapat dikumpulkan cukup sering agar memberi mereka informasi tentang kemajuan dan mempengaruhi keputusan yang akan dibuat. Proyek atau unit operasional suatu organisasi harus merencanakan biaya yang pantas, tetapi tidak berlebihan untuk memperoleh informasi kinerja yang berguna. Suatu patokan kasar, adalah menganggarkan 3 – 10 persen dari surnber daya program secara keseluruhan untuk monitoring kinerja dan evaluasi.

7.    Dapat Diandalkan. Pertimbangan terakhir dalam memilih indikator kinerja adalah apakah data dengan mutu yang dapat diandalkan atau di pertanggungjawabkan guna membuat keputusan, dapat diperoleh. Pertanyaannya adalah, standar mutu data yang setinggi apa yang diperlukan supaya bermanfaat.Data yang diperlukan seorang manajer program untuk membuat keputusan yang mantap bagi programnya tidak perlu sama standar mutunya dengan yang dituntut seorang pakar ilmu sosial. Misalnya, suatu survei mini yang rendah biaya mungkin cukup memadai untuk suatu kebutuhan manajemen tertentu.

Informasi dan Laporan, Pemantauan dan Evaluasi, Pengukuran Dampak, Penilaian Kinerja

About the author

lingkarLSM hadir untuk menemani pertumbuhan. Kami mengidamkan masyarakat sipil yang jujur dan punya harga diri. Kami membayangkan ribuan organisasi baru akan tumbuh dalam tahun-tahun perubahan ke depan. Inilah mimpi, tujuan dan pilihan peran kami. Paling tidak, kami sudah memberanikan diri memulai sebuah inisiatif; dan berharap langkah kecil ini akan mendorong perubahan besar.

One Response to “Tujuh Kriteria untuk Menilai Indikator Kinerja”

  1. Nanik says:

    tulisan ini bagus.bahasannya berat, tapi bisa dicerna

Leave a Reply