Seni Meramu Tiga Pilar: BNI, “Doing Good While Doing Business” (Bagian 1/2)

Agu 13, 2012 No Comments by

Dengan BNI Go-Green­-nya, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. membuktikan bahwa sektor perbankan pun mampu menjadi bagian dalam langkah strategis pelestarian lingkungan. Selain menunjukkan komitmennya untuk peduli lingkungan, hal itu juga diharapkan mampu menjadi pembeda antara BNI dan bank lainnya.

Memang, kampanye green company kini gencar dilakukan oleh lembaga dari berbagai industri, meskipun tidak jarang kampanye tersebut hanyalah menjadi bagian dari strategi promosi lembaga yang ujung-ujungnya memang bertujuan menaikan profit. Padahal, menjadi lembaga yang “hijau” tidak berarti sekedar melakukan program CSR dengan menanam pohon atau melakukan gaya hidup “hijau” seperti mengurangi penggunaan AC, tisu toilet, kertas dan air. Konsep green dalam hal ini adalah bagian dari pembangunan berkelanjutan, di mana lembaga harus mampu terus meningkatkan kesejahteraan dirinya tanpa mengurangi kesejahteraan orang lain.

Dan, untuk itu, berarti tak cukup hanya efisien dalam beroperasi, tetapi juga berusaha menghasilkan produk yang ramah lingkungan, turut menjaga lingkungan tempat lembaga itu beroperasi, dan turut memberdayakan masyarakat di sekitarnya. Tentu saja, untuk menjadi green company yang memenuhi syarat dari berbagai aspek dibutuhkan proses yang cukup lama dan tidak instan.

Bagi BNI, konsep lembaga hijau ini bukanlah hal baru. Berawal dari tahun 2005, BNI menjadi satu-satunya bank di Indonesia yang menjadi anggota United Nations Environment Programme for Finance Intiative (UNEP FI), badan internasional di bawah kendali Perserikatan Bangsa-bangsa, yang mengurusi kerja sama sektor keuangan dan corporate sustainability. Tribuana Tunggadewi, Sekretaris Korporat BNI, menjelaskan, dengan menjadi anggota UNEP FI, BNI memiliki konsekuensi mendukung pembangunan berkelanjutan melaui operasional perbankan yang ramah lingkungan.

Selanjutnya, pada Febuari 2007 BNI menjadi satu-satunya bank asal Indonesia yang menjadi Global Steering Committee di forum UNEP FI. Dan, tahun 2008, bank ini mendeklarasikan BNI Go Green. “Namun, pada saat itu deklarasi tersebut masih bersifat tak ubahnya sebagai ‘ucapan’ dari lembaga semata,” ujar Dewi.

Barulah di tahun 2009, jajaran direksi BNI membentuk Corporate Sustainability Team yang anggotanya berasal dari beberapa divisi di  BNI. Tim ini dibentuk untuk mengawal misi kepedulian lingkungan BNI. Di tahun yang sama, bank BUMN ini mereformulasi misi lembaga, dengan mengganti satu misi lembaga menjadi misi untuk meningkatkan kepedulian dan tanggung jawab terhadap lingkungan dan sosial.

Akhirnya ditahun 2010, BNI membentuk subdivisi baru, Corporate Sustainability, yang secara khusus mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan langkah-langkah menuju keberlanjutan lembaga. Subdivisi ini berada di bawah divisi komunikasi lembaga atau corporate  secretary dan mendapat supervisi langsung dari direktur utama BNI.

Sebelum menjadi anggota UNEP FI, melalui tim risetnya, BNI memang telah mendeteksi adanya empat isu besar di tingkat global yang diprediksi bakal berkembang dalam beberapa tahun mendatang, yaitu isu mengenai gender, kemiskinan, hak asasi manusia dan perubahan iklim. Dari ke-4 isu tersebut, yang dinilai paling relevan dengan bisnis yang dijalankan BNI adalah soal perubahan iklim, di mana lembaga seharusnya memiliki kepedulian terhadap kelestarian alam dan lingkungan.

Komitmen Pemerintah Indonesia untuk menerapkan prinsip pro growth, pro job, pro poor dan pro environment dalam pelaksanaan kebijakan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) dan mengurangi emisi Gas Rumah Kaca 26% di 2015, serta adanya penandatangan antara Bank Indonesia dan Kementerian LIngkungan Hidup RI di 2004 dan 2010 tentang peningkatan peran perbankan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan pun turut menjadi landasan yang memantapkan niat BNI menjalankan konsep green company. “Dengan menjalankan konsep green ini, kami juga berharap hal ini dapat menjadi nilai tambah dan keunggulan BNI dalam persaingan di dunia perbankan, selain menjadi pembeda antara BNI dan bank lainnya,” kata Sakariza Qori Hemawan, Group Head of Corporate Sustainability BNI.

Implementasi konsep green tersebut dalam operasional lembaga didasarkan pada tiga prinsip dasar konsep keberlanjutan yang dikenal sebagai triple bottom line atau 3P yang meliputi people, profit dan planet dan teori Atkisson mengenai keberlanjutan yang disebut the compas of sustainability, yang ditunjukan dengan empat simbol arah mata angin: N yang mewakili nature, S berarti society, W berarti wellbeing, dan E adalah economy.

Semua itu dilakukan secara serius dan terintegrasi oleh BNI, baik dalam hal operasional lembaga, produk, maupun program pengembangan masyarakatnya. BNI giat mengampanyekan kesadaran untuk efisien dalam operasional kepada karyawannya. “Kami ada pemilihan Green Champion, yaitu para change agent dari berbagai divisi yang kami beri training agar dapat menerapkan green attitude, dan selanjutnya menularkannya kepada orang-orang di divisinya,” Riza menjelaskan. Menurutnya , saat ini beberapa divisi di BNI telah menerapkan budaya mematikan AC dan lampu saat ruangan kosong di jam istirahat dan pada pukul 5 saat jam kerja berakhir. Ada pula penyediaan fasiliatas kendaraan rendah emisi di kantor BNI.

Lalu, melalui program Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL)-nya, BNI juga melakukan program corporate social responsibility (CSR), misalnya dengan menyalurkan bantuan bencana melalui LSM lokal atau internasional untuk membangun klinik kesehatan dsb., dan memberdayakan masyarakat  dengan mengembangakan komunitas di daerah-daerah tertentu melalui program Kampoeng BNI. “Dana PKBL itu besarnya 4% dari laba bersih kami, dan perbandingannya dari 4% itu, 1 % untuk  PK (Program Kemitraan) dan 3% untuk BL (Bina Lingkungan),” Riza menerangkan. Saat ini telah ada 17 Kampoeng BNI yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia, salah satunya adalah Kampoeng BNI Tenun Songket di Sumatera Selatan, di mana BNI menyalurkan kredit Rp 1,5 miliar kepada 250 perajin tenun. BNI juga membuat hutan kota di Nangroe Aceh Darussalam, Bali, Solo, Palangkarya dan Medan, serta turut mendukung rehabilitas orang utan melalui program Adopsi Orang Utan dengan BNI Point Reward.

Penulis: Kristiana Anissa & Radito A. Wicaksono.

Disarikan dari: Majalah SWA, Halaman: 54-58.

Bentuk Penggalangan, Konsep dan Proposal, Pengukuran Dampak

About the author

lingkarLSM hadir untuk menemani pertumbuhan. Kami mengidamkan masyarakat sipil yang jujur dan punya harga diri. Kami membayangkan ribuan organisasi baru akan tumbuh dalam tahun-tahun perubahan ke depan. Inilah mimpi, tujuan dan pilihan peran kami. Paling tidak, kami sudah memberanikan diri memulai sebuah inisiatif; dan berharap langkah kecil ini akan mendorong perubahan besar.
No Responses to “Seni Meramu Tiga Pilar: BNI, “Doing Good While Doing Business” (Bagian 1/2)”

Leave a Reply