SDM Tidak Adil

Apr 10, 2015 No Comments by

Harun AL Rasyid, raja Irak yang sangat mashur dikabarkan pernah berkata bahwa, “Seorang raja yang paling bijaksana sekalipun tetap memiliki anak yang paling disayanginya. Yang membuatnya bijaksana adalah bahwa semua anak merasa bahwa merekalah yang paling disayanginya.”

SDM memiliki tugas sulit seperti raja yang bijaksana tadi. Dalam hati, mereka boleh memiliki karyawan atau atasan favorit. Yang tidak boleh adalah memberlakukan favoritisme secara terang-terangan.

Dalam praktiknya banyak karyawan merasa bahwa SDM melakukan pilih kasih (tidak adil) dan bahkan tanpa secara sembunyi-sembunyi. Sudah banyak sekali kasus tentang karyawan yang membutuhkan uang ganti dari perusahaan sampai berbulan-bulan sementara karyawan yang disukai oleh SDM, segera menerima gantinya dalam waktu kurang dari 2 minggu.

Merasa diistimewakan memang menyenangkan, tetapi saya belum pernah melihat seorang karyawan melakukan kinerja yang tinggi luar biasa gara-gara menerima perlakuan yang luar biasa. Sebaliknya, saya sudah melihat berkali-kali kinerja yang bagus runtuh tak tertolong ketika karyawan yang bersangkutan merasa dirinya didiskriminasikan. Artinya, perbuatan yang pilih kasih sangat besar kerugian-nya dibandingkan dengan keuntungannya.

Orang Sales vs Orang Keuangan

“Ini bukan sembarang menuduh,” kata Anton, seorang manajer keuangan dalam sebuah wawancara. “Tapi saya tahu jelas bahwa SDM kami memang sangat mengutamakan Budi dan teman-teman sales lainnya. Kami tahu gaji mereka lebih tinggi daripada kami, dan itu tidak membuat kami iri. Kalau mereka berjasa membuat produk kita laku, maka kami ikut senang.

Tapi mengapa harus mereka yang terus mendapatkan berbagai macam kenaikan? Mengapa mereka begitu spesial? Tentu saja orang sales melakukan sales. Seperti kami, orang keuangan melakukan urusan keuangan.”

“Kalau kami bertanya pada SDM, SDM selalu berkata, “Kalau kamu tidak puas, ya keluar sajalah.” Nah, begitu terus jawabannya. Bukan itu penyelesaiannya, bukan jawaban itu yang saya inginkan, tapi apakah perusahaan tidak bisa lebih adil? Coba lihat cara orang sales bicara dengan kami, seolah-olah kami lebih rendah dari mereka.”

Kasus yang sering membuat SDM mendapatkan “Iabel” pilih kasih atau tidak adil adalah fasilitas karyawan. SDM harus benar-benar berhati-hati dalam menentukan fasilitas untuk setiap tingkat karena dapat menimbulkan perasaan gelisah.

Fasilitas yang Menggelisahkan

Seorang Manajer dari sebuah pabrik rokok mendapatkan promosi menjadi General Manager Operasinal. Mobil Avanza yang telah digunakannya selama ini kini ditukar dengan mobil Innova. Anehnya, sang GM baru tampak sangat tidak bahagia.

Ketika ditanya oleh direkturnya, sang GM mengadu, “Waktu tahun lalu Pak Paul diangkat jadi GM, Avanzanya diganti dengan Honda CRV, kenapa Avanza saya diganti Innova?” Sang Direktur terkejut dan menjelaskan bahwa ketika Paul diangkat jadi GM, satu-satunya mobil yang menganggur adalah Honda CRV yang bekas digunakan oleh GM lain, jadi mobil itulah yang diberikan.

“Honda CRV yang diberikan ke Pak Paul bukan CRV baru, tapi bekas, sudah dipakai 2 tahun. Kamu lebih beruntung, perusahaan membeli Innova khusus untuk dirimu. “Saya lebih suka mendapatkan CRV walau bekas,” kata GM yang baru. Sang direktur menggeleng-gelengkan kepala. Dia teringat bahwa tahun lalu Paul juga menghadap kepadanya, mengadukan nasibnya karena mendapatkan mobil CRV bekas.

Apa sajakah yang dapat membuat karyawan merasa terdiskirimasi? Fasilitas laptop, besar ruangan, lokasi ruangan, pemandangan dari ruangan, kedekatan ruangan dengan ruangan direksi, kedekatan ruangan dengan toilet, undangan untuk menghadap pejabat, training ke luar negeri. Segala hal dapat menjadi alasan yang sangat serius bagi seseorang untuk tinggal atau meninggalkan sebuah perusahaan.

63a

Karyawan Andalan yang Mengundurkan Diri

Pak Roberto, kepala bagian Pelayanan Pemerintah di sebuah perusahaan konsultan sangat bangga dengan tim manajernya yang terdiri atas 3 pemudi dan 3 pemuda. Dengan timnya ini beliau mendapatkan berbagai penghargaan dari principal di Amerika. Bellau berhasil masuk ke departemen-departemen untuk mengadakan perbaikan sistem, perbaikan proses, dan berbagai perbaikan lain.

Setiap tahun, beliau dipanggil ke Manila untuk mendapatkan training update tentang product dan service yang dapat dijual pada pemerintah.

Kali ini, berkat kinerja yang dianggap luarbiasa, beliau boleh mengajak semua anggota timnya. Karena salah satu manajer andalannya, si Yopi masih sedang sibuk bekerja di sebuah BUMN dengan anak buahnya, Pak Roberto memutuskan untuk mengajak hanya ke 5 manajer lainnya. Mereka mendapatkan training selama tiga hari dan satu hari untuk melepas lelah di Borakai.

Ketika mereka kembali ke Indonesia, Pak Roberto memanggil Yopi, menanyakan tentang kemajuan proyeknya sambil memberikan bahan training serta sedikit oleh-oleh dari Manila.Yopi menolak oleh-oleh itu dengan halus sambil mengajukan surat pengunduran diri.

Pak Roberto sangat terperanjat dan menanyakan alasannya. Yopi menjelaskan bahwa dia tidak bisa menerima bahwa dia ditinggal pergi untuk training itu, sementara dia bekerja mati-matian. Pak Roberto seketika sadar akan kesalahpahaman dan kesalahannya. Tanpa memedulikan gengsinya beliau mengakui kekeliruannya dan menjanjikan kepergian dan training khusus untuk Yopi. Kisah ini berakhir bahagia karena Yopi melihat ketulusan Pak Roberto dan bersedia untuk tetap bekerja.

Apa yang seharusnya dilakukan Pak Roberto sebelum berangkat ke Manila? Sangat sederhana, yaitu tetap mengajak 6 manajernya. Beliau memang perlu bertanya pada Yopi bagaimana dengan proyeknya di BUMN terkait sementara dia pergi. Kalau Yopi tetap ingin ikut dan telah melakukan persiapan yang perlu, maka sebaiknya dia tetap ikut.

Kasus training ke Manila di atas memang tidak dilakukan oleh departemen SDM, tetapi merupakan kasus yang sangat bagus untuk menunjukkan pentingnya sensitivitas terhadap kebutuhan setiap karyawan, terutama mereka yang memberikan kontribusi penting. Dalam segala hal yang berhubungan dengan karyawan, SDM perlu memiliki skema yang jelas sehingga perasaan pilih kasih dapat dihindari.

Disarikan dari buku: Mengapa Departemen SDM Dibenci?, Penulis: Steve Sudjatmiko, Hal: 60-65.

Pengelolaan, Sumberdaya Manusia

About the author

The author didnt add any Information to his profile yet
No Responses to “SDM Tidak Adil”

Leave a Reply