Pengaturan OMS di Indonesia

Apr 26, 2013 No Comments by

Kami bukan organisasi kemasyarakatan atau organisasi kepemudaan. Kami ini yayasan yang diatur dalam undang-undang sendiri,” Pernyataan Direktur Walhi Aceh, Cut Hindon menyikapi penetapan walhi sebagai salah satu organisasi ilegal di Aceh melalui Surat Gubernur tertanggal 21 Juni 2006.

Dinamika Berorganisasi di Indonesia

Usaha atau kegiatan, apapun namanya atau labelnya, untuk kepentingan sesama dan bukan untuk kepentingan pribadi semata selalu ada dan berjalan seiring sejarah manusia. Pada dasarnya munculnya organisasi kemasyarakatan merefleksikan kebutuhan manusia untuk berinteraksi. Interaksi yang dilakukan untuk mendapatkan perlindungan kepentingan atau mengartikulasikan kepentingannya. Dalam perkembangan kehidupan kenegaraan, hal ini juga merefleksikan sebuah sistem demokrasi. Individu-individu dipersatukan atas dasar kesamaan tujuan organisasi.

Undang-Undang Dasar 1945 menjamin kebebasan untuk berorganisasi yang merupakan salah satu hak asasi manusia. Pasal 28 F ayat (3) mengatur bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Penyatuan individu ke dalam bentuk organisasi atau kelembagaan secara garis besar berfungsi sebagai mediator kepentingan-kepentingan dan dalam lingkungan demokratis sebagai wilayah untuk berdiskusi di luar pengaruh langsung Negara.

Jenis-jenis kegiatan yang dilaksanakan lembaga kemasyarakatan sangat banyak.  Kondisi ini menunjukkan bahwa pilihan berorganisasi adalah tergantung motivasi komunitas untuk berkumpul membentuk organisasi. Hal ini juga menunjukkan bahwa motivasi berorganisasi sangat dinamis. Bergerak mengikuti perkembangan masyarakat. Dari sisi jumlah dan jenis kegiatan, dengan mudah kita bisa membandingkan jenis-jenis kegiatan lembaga kemasyarakatan ketika orde baru dengan orde reformasi. Sejak Indonesia menempuh jalur transisi demokratis terdapat peningkatan kegiatan masyarakat sipil. Iklim baru reformasi politik dan terutama dikuranginya kontrol peraturan terhadap media mendorong berkembangnya banyak organisasi kemasyarakatan baru, yayasan-yayasan, perkumpulan-perkumpulan warga, serikat-serikat dan organisasi non pemerintah, menambah organisasi-organisasi masyarakat sipil yang sudah ada. Kajian yang disusun oleh LP3ES menyebut kondisi ini sebagai era kebangkitan berorganisasi elemen-elemen civil society. Raturan bahkan ribuan organisasi masyarakat sipil termasuk lembaga swadaya masyarakat yang baru tumbuh di berbagai daerah. Perkembangan yang sangat tinggi terhadap jenis masyarakat sipil ini juga merupakan reaksi atas tersumbatnya kebebasan untuk berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapat dan tersumbatnya perkembangan organisasi untuk menjalankan fungsi dalam masyarakat sipil.

Kebebasan baru dari penjagaan pemerintah menyebabkan bertambahnya organisasi-organisai yang ingin memenuhi fungsi-fungsi masyarakat sipil yang tidak tercakup secara memadai selama orde baru.

Bagaimana Hukum kita Mengatur Bentuk Organisasi Masyarakat Sipil

Bentuk organisasi untuk lembaga kemasyarakatan beragam. Hal ini bisa dilihat dari sisi penggunaan nama bagi organisasi yang bergerak di bidang sosial kemasyarakatan tersebut. Ada banyak istilah ataupun terminologi yang sering digunakan untuk menggambarkan organisasi-organisasi yang bergerak di bidang sosial, ada yang menyebutnya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Organisasi Non Pemerintah (Ornop), Organisasi Non-Profit (Nirlaba), Organisasi Masyarakat Sipil dan sebagainya. Semua pemilihan istilah tersebut tentunya memiliki alasan dan sudut pandang tertentu.

Pembagian yang paling sederhana adalah dengan dua kategori, yaitu organisasi berbadan hukum dan organisasi tidak berbadan hukum.

Contoh organisasi berbadan hukum adalah koperasi dan yayasan. Sedangkan bentuk organisasi yang tidak berbadan hukum masih terbagi dalam organisasi kemasyarakatan dan organisasi sosial lainnya.

Bentuk organisasi bukan badan hukum adalah Ormas dan lembaga lainnya. Bentuk Ormas yang dimaksud disini adalah bentuk organisasi yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Dalam undang-undang ini yang dimaksud sebagai organisasi kemasyarakatan sangat luas yaitu organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warga negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. (Pasal 1). Definisi tersebut sangat luas. Sehingga, sebenarnya dari definisi tersebut sudah terlihat bahwa undang-undang ini akan mengatur semua bentuk organisasi yang tumbuh di masyarakat.

Bentuk organisasi bukan badan hukum yang merupakan lembaga lainnya adalah organisasi atau kelompok yang dia tidak masuk dalam kategori Ormas dan tidak termasuk organisasi yang dibentuk oleh suatu undang-undang. Misal, ikatan alumni atau paguyuban. Sedangkan contoh untuk organisasi yang dibentuk dengan undang-undang antara lain partai politik, organisasi advokat dan organisasi notaris.

Sementara itu, bentuk organisasi berbadan hukum untuk mewadahi organisasi sosial ada dua yaitu yayasan dan perkumpulan. Keduanya merupakan badan hukum. Yayasan diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan. Sedangkan perkumpulan masih diatur dalam peraturan warisan kolonial Stb.1870-64 tentang Perkumpulan-perkumpulan Berbadan Hukum.

A. Yayasan

Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota.

Definisi tersebut menunjukkan bahwa karakter dasar yayasan adalah adanya kekayaan yang dikumpulkan untuk mencapai tujuan sosial. Hal ini yang membedakan antara yayasan dengan perkumpulan. Dalam hal perkumpulan (yang ditujukan untuk kegiatan sosial) maka karakter pembentukannya adalah orang yang berkumpul untuk mencapai tujuan sosial.

Di Indonesia, yayasan diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 tahun 2000 tentang Yayasan. Sebelum adanya Undang-undang ini, pengaturan tentang yayasan merujuk pada beberapa yurisprudensi, yaitu:

  1. Putusan Hoogerechtshof tahun 1884
  2. Putusan Mahkamah Agung tentang Yayasan Sukapura tanggal 26 November 1969 No.152 K/Sip/1969
  3. Putusan Mahkamah Agung pada kasus Yayasan Dana Pensiun HBM tanggal 27 Juni 1973 No.124/Sip/1973.

Sebenarnya, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata juga telah menyinggung tentang yayasan, yaitu Pasal 365, 900, 1680. Sayangnya, pasal-pasal tersebut tidak memberikan rumusan tentang pengertian yayasan. Apalagi memberikan aturan main jelas dan tegas. Karena itulah yayasan dipergunakan oleh banyak organisasi sebagai badan hukum. Termasuk untuk kepentingan bisnis, seperti pada yayasan milik Soeharto dan yayasan militer.

Keinginan untuk membentuk Undang-undang yang mengatur tentang Yayasan sebenarnya sudah lama ada. Sejak Tahun 1976, Depertemen Kehakiman (kini Departemen Hukum dan HAM) telah memiliki rancangan undang-undang yayasan. Namun baru tahun 2001, keinginan tersebut terwujud. Ada dua peristiwa politik penting yang bisa dipahami sebagai latar belakang pembentukan Undang-Undang Yayasan, yaitu:

  1. Tuntutan masyarakat, yang sebagian diikuti proses hukum, atas penyelewengan bentuk dan fungsi hukum yayasan sebagai lembaga sosial menjadi sekedar kedok bagi kegiatan bisnis atau kegiatan illegal lainnya;
  2. Pernyataan pemerintah Indonesia dalam letter of Intent untuk kepentingan pinjaman dari IMF.

B. Perkumpulan

Perkumpulan yang dimaksud dalam tulisan disini adalah perkumpulan yang bersifat non profit (vereneging). Walaupun dalam hukum dikenal juga perkumpulan yang bersifat profit.

Ketentuan tentang badan hukum perkumpulan diatur dalam Stb. 1870-64 yang dikeluarkan pada 28 Maret 1870. Menurut ketentuan ini, status badan hukum akan diperoleh perkumpulan setelah mendapat pengesahan dari penguasa (saat itu adalah Gubernur Jenderal, dan sekarang pengesahan dilakukan oleh Menteri Hukum dan HAM). Pasal 1 stb 1870-64 mengatur:

Tiada perkumpulan orang-orang diluar yang bentuk menurut peraturan umum, bertindak selaku badan hukum, kecuali setelah diakui oleh Gubenur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk (sebagai penguasa telah ditunjuk Directeur van Justitie, kini adalah Menteri Hukum dan HAM).

Pengesahan oleh Menteri Hukum dan HAM dilakukan dengan mempertimbangkan anggaran dasar perkumpulan yang berisi tujuan, dasar-dasar, lingkungan kerja dan ketentuan lain mengenai perkumpulan tersebut.

Walaupun mengatur tentang Perkumpulan berbadan hukum, Stb. 1870-64 juga mengakui adanya perkumpulan yang tidak berbadan hukum. Hal tersebut dapat dilihat dalam pasal 8 stb. 1870-64. Pasal tersebut mengatur bahwa perkumpulan yang tidak berbadan hukum tidak dapat melakukan tindakan-tindakan perdata. Dengan demikian maka pertanggungjawaban yang dilakukan atas perkumpulan ini adalah terletak pada individu pengurusnya.

Pengaturan badan hukum Perkumpulan yang masih dalam bentuk Staatsblad tentunya menyulitkan dalam tataran praktek. Karena jarang diketahui secara umum, bahkan terkadang seorang notaris juga tidak mengetahuinya, badan hukum Perkumpulan pada masa sekarang ini jarang digunakan oleh orang-orang yang ingin bergerak di bidang sosial. Sebagian besar menggunakan badan hukum Yayasan.

Perkembangan Pengaturan

Selama tahun 2008, sedikitnya ada dua peraturan yang dibentuk terkait dengan kerangka organisasi masyarakat sipil, yaitu:

  1. Permendagri Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penerimaan dan Pemberian Bantuan Organisasi Kemasyarakatan Dari dan Kepada Pihak Asing;
  2. PP No.63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan UU Yayasan.

Selain itu, masih ada dua peraturan di tingkat undang-undang yang disiapkan oleh pemerintah. Dua undang-undang tersebut adalah (i) RUU Organisasi Kemasyarakatan yang disiapkan oleh Depdagri dan (ii) RUU Perkumpulan yang disiapkan oleh Departemen Hukum dan HAM.

Pada 2008 Pemerintah berupaya memasukkan RUU Ormas yang ditujukan sebagai penyempurnaan UU 8/1985 tentang Ormas ke dalam Prolegnas. Namun, upaya ini kandas. Badan Legislasi DPR yang mempunyai tugas untuk menyusun Prolegnas bersama dengan pemerintah menganggap bahwa RUU ini tidak mendesak untuk dibahas sehingga ditolak untuk dimasukkan dalam Prolegnas. Upaya menyempurnakan atau “menghidupkan” kembali pengaturan tentang Ormas ini sesungguhnya memunculkan tanda tanya besar. Pengaturan kembali organisasi-organisasi masyarakat ke dalam suatu wadah undang-undang seperti UU Ormas merupakan langkah yang kurang tepat ditinjau dari kerangka hukum organisasi. Hukum memberikan wadah berorganisasi melalui bentuk yayasan dan perkumpulan. UU No. 8/1985 lebih bermuatan politis ketimbang muatan hukum untuk mengatur organisasi. UU Ormas lahir sebagai perwujudan doktrin “wadah tunggal” milik Orde Baru yang berusaha menempatkan segala jenis organisasi dengan kepentingannya masing-masing (kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, atau agama) ke dalam satu jenis format organisasi sehingga lebih mudah untuk dikontrol. Beberapa pengaturan di dalamnya dianggap menghambat perkembangan organisasi masyarakat. Misalnya, tentang pengaturan asas tunggal, mekanisme kontrol dan pembubaran sepihak oleh pemerintah tanpa proses pengadilan.

Penutup

Pengaturan organisasi utamanya untuk meningkatkan tranparansi dan akuntabilitas di sektor masyarakat seharusnya dikembalikan kepada konsep atau kerangka hukum yang tepat. Bukan malah mengulangi kesalahan masa lalu yang cenderung menghambat dinamika masyarakat dalam mewujudkan demokrasi. Perlu diingat bahwa hukum memberi wadah kegiatan masyarakat melalui badan hukum yayasan dan badan hukum perkumpulan.

Di sisi lain, berbagai macam peraturan dan upaya membentuk peraturan baru terkait dengan organisasi masyarakat sipil sepatutnya mendapat perhatian serius dari masyarakat, terutama dari aktivis organisasi masyarakat sipil sebagai stakeholder utama dalam peraturan tersebut. Jangan sampai peraturan yang dibentuk malah menghambat perkembangan organisasi masyarakat sipil dan upaya perwujudan demokrasi di Indonesia.

Sumber: Kelas Kyutri, Jumat, 11 Januari 2013.

Bentuk Lembaga, Struktur Oganisasi, Tatacara Pembentukan

About the author

lingkarLSM hadir untuk menemani pertumbuhan. Kami mengidamkan masyarakat sipil yang jujur dan punya harga diri. Kami membayangkan ribuan organisasi baru akan tumbuh dalam tahun-tahun perubahan ke depan. Inilah mimpi, tujuan dan pilihan peran kami. Paling tidak, kami sudah memberanikan diri memulai sebuah inisiatif; dan berharap langkah kecil ini akan mendorong perubahan besar.
No Responses to “Pengaturan OMS di Indonesia”

Leave a Reply