Paradoks dalam Memilih

Jun 16, 2012 No Comments by

Orang bijak berkata, hidup adalah sebuah pilihan. Hidup memang terdiri atas pilihan-pilihan. Apa yang kita raih saat ini merupakan dampak dari pilihan yang telah kita lakukan di masa lalu. Hidup tanpa ada pilihan memang amat menyakitkan, mau tidak mau, suka atau tidak suka kita harus menjalaninya. Namun demikian apakah banyak pilihan membuat hidup kita terasa mudah ? Ilmu ekonomi lahir karena adanya pilihan-pilihan tersebut. Dalam hidupnya manusia selalu dihadapkan atas pilihan-pilihan diantara keterbatasan yang ada dan bagaimana memaksimalkan kepuasannya. Hidup dengan beberapa pilihan memang akan membuat hidup terasa lebih hidup, namun hidup dengan banyak pilihan akan membuat kita sulit dan sama sulitnya ketika tidak mempunyai pilihan.

Lebih dari satu dekade yang lalu kita hanya mengenal susu bubuk, susu kental manis dan susu segar yang dijual di pasaran. Konsumen pada masa itu tidak dihadapkan pada kesulitan dalam memilih. Cukup memilih satu diantara tiga. Namun pada saat ini, beragam jenis susu kita jumpai, ada susu full cream, susu low fat, susu skim, susu evaporasi, susu pasteur, susu flavoured, susu yang diperkaya kalsium, susu ultra high temperature (UHT) , susu conjugated linoleic acid (CLA), dsb. Diversifikasi produk ini di satu sisi akan memudahkan konsumen untuk memilih sesuai dengan kebutuhan, namun demikian apakah dalam dunia nyata konsumen selalu berfikir rasional dalam membeli? Semakin banyak pilihan, konsumen cenderung akan terkena rasionalitas yang terbelenggu (bounded rationality). Keberlebihan informasi akan mengakibatkan konsumen mengabaikan cara berfikir mereka yang rasional, produk yang paling banyak dibeli oleh masyarakat dan paling sering muncul di layar televisi atau produk yang sudah memiliki merek yang dikenal akan lebih disenangi oleh masyarakat, meskipun ada beberapa produk lain yang manfaatnya lebih baik dibandingkan dengan produk yang sudah terkenal. Ilustrasi diatas hanya untuk mencontohkan bahwa banyak pilihan itu tidak selalu baik. Banyaknya pilihan cenderung akan memicu perilaku gembala (herding behavior) atau meniru pihak lain yang sudah terlebih dahulu membeli dan puas akan produk tersebut tanpa memperhatikan apa sebenarnya yang dibutuhkan dan manfaat apa yang diharapkan dalam membeli suatu produk.

Pola fikir manusia itu sesungguhnya sederhana. Malcolm Gladwell pernah berkata, orang yang hebat dalam mengambil keputusan bukan merupakan orang yang memiliki banyak informasi dan menghabiskan banyak waktu untuk menganalisis informasi yang ia miliki, namun demikian mereka memiliki kehebatan dalam memilih dan memilih sedikit informasi yang berpengaruh dari sekian banyak informasi yang tersedia. Dengan demikian sangat masuk akal ketika Brian Schwartz dalam bukunya Paradox of Choice berkata bahwa “yang banyak itu justru sedikit dan yang sedikit itu justru lebih baik”. Informasi yang sedikit artinya informasi yang wajar yang hanya bermanfaat untuk pengambilan keputusan.

Hidup yang baik memang harus memilih, namun selalu memilih dalam kehidupan bukan merupakan suatu kebaikan. Selalu ingin mendapatkan pilihan yang terbaik dalam hidup akan mengakibatkan kita terperosok ke dalam kekhawatiran yang berlebihan jika pilihan itu tidak terwujud. Menjadi orang yang berusaha mendapatkan kepuasan dari pilihan yang ada dengan kualitas cukup baik akan lebih rasional daripada menjadi orang yang selalu berusaha memaksimalkan kepuasan dari pilihan-pilihan yang terbaik. Bersyukur atas setiap pilihan yang kita ambil dan bersedia menerima konsekuensi dari setiap pilihan yang tersedia merupakan jalan yang terbaik untuk mengatasi munculnya paradoks dalam memilih. Yang perlu diingat, dalam memilih hindari untuk menjadi orang yang hanya sekedar ikut-ikutan. Sesuatu yang banyak dipilih belum tentu baik, demikian pula sesuatu yang sedikit dipilih belum tentu juga buruk. Kuncinya selalu berfikir kritis dalam hidup, adakalanya kita harus berfikir positif namun perlu juga kita menyeimbanginya dengan fikiran negatif. Adakanya kita harus berfikir dengan logika yang lurus, suatu saat kita juga harus berfikir dengan logika terbalik. Mengapa demikian ? Dunia ini diciptakan dengan hukum keseimbangan bukan dengan hukum kesempurnaan seperti di surga. Pilihan-pilihan yang kita lakukan dalam hidup apakah itu memiliki konsekuensi kebaikan atau konsekuensi keburukan semuanya akan membentuk keseimbangan, dan semua pilihan-pilihan tersebut akan terangkai dalam suatu untaian kehidupan. Jangan pernah menyalahkan apa yang kita raih saat ini, tapi berfikirlah apa yang salah dalam cara kita memilih di masa lalu.

Sumber: arifperdana.wordpress.com

Cerita Perubahan

About the author

lingkarLSM hadir untuk menemani pertumbuhan. Kami mengidamkan masyarakat sipil yang jujur dan punya harga diri. Kami membayangkan ribuan organisasi baru akan tumbuh dalam tahun-tahun perubahan ke depan. Inilah mimpi, tujuan dan pilihan peran kami. Paling tidak, kami sudah memberanikan diri memulai sebuah inisiatif; dan berharap langkah kecil ini akan mendorong perubahan besar.
No Responses to “Paradoks dalam Memilih”

Leave a Reply