Kantor, Perlu Asik Juga

Des 19, 2011 No Comments by

Untung saja rencana beli speaker kategori KBA –Kalau Berhenti Alhamdulillah– itu batal, beralih ke Proel. Di toko dekat pasar Senen saya dapatkan pasangan speaker aktif 12 inchi itu. Mengganti speaker lama kami, Simbada, yang kabelnya sering ngajak berantem. Efeknya aura kantor banyak berubah positif, ROXX bisa menggeber habis-habisan Rock Bergemanya, Iwan Fals lebih sering tampil, Lee Ritenour jadi aktif memainkan gitar elektriknya, sambil diselingi lagu dangdut-disco tanggapan office boy kami. Menambah hidup kantor kami, rumah sederhana ini.

Memang kami mau kantor yang nyaman. Di pojokan menemani layar proyektor kami susun patung Merak dan pohon Pandan Bali. Seorang kawan menitipkan jualannya, beberapa patung dan beberapa paket meja kursi kayu jati bekas kayu rumah, semuanya unfinished, nyeni sekali. Beberapa seniman dan fotografer sudah bersedia menaruh lukisan, sayang belum terealisasi. Kami, pelan-pelan, coba menggabungkan kantor, galeri, ruang pertemuan yang disewakan, dan akomodasi gaya backpacker. Satu lagi, semacam publik-office. Karena itu, Rumah Kemuning, nama baru rumah kami berkantor, harus asik. Silakan intip di rumahkemuning.com.

Kita semua pasti ingin kantor yang menyenangkan. Walau tak segila kantor Google dan Yahoo. Di sana karyawan bisa bikin kopi sendiri di dapur yang keren, rapat sembari duduk-duduk di sofa perahu, buat ngobrol pun banyak pilihan sofa yang asik, dan kalau mau, bisa menyerosot dari lantai atas –seperti di kolam renang Dupan atau mol FX, yang bisa musik boleh ngeband sebentar di studio, malah bisa berskate board segala. Uniknya, semua itu tak menurunkan kinerja Google dan Yahoo. Ini membuktikan fasilitas senang-senang tetap bisa menggenjot performa kerja, berlawanan dengan konsepsi konvensional di sini. Toh bukankah tuntutan terujung adalah hasil kerja, bukan lembar kehadiran yang terisi penuh.

Sepertinya sudah bukan waktunya lagi setiap karyawan dilihat sekedar pegawai, bagaimanapun kita adalah pribadi yang hidup. Meski datang sebagai pegawai, ketika berkantor, siapapun tetap akan membawa seluruh dirinya. Ia bawa rasa sukanya pada kopi, hobinya mendengarkan instrumen, senangnya pada lukisan, bahkan semangat pada ideologi –termasuk juga seluruh sedih dan kesal. Sayang, banyak yang tak beruntung, karena semua itu mesti ia lepas dulu selama berkantor. Di ruang rapat cuma ada bangku dan meja yang modelnya, ya begitu saja, bahkan speaker enak untuk musik kesukaan pun haram. Jika sangat lelah paling tidur di meja, atau mereka yang muslim sedikit beruntung bisa mencuri-curi rebah seusai shalat. Dan itu juga, sekat tinggi antar meja yang membuat harus berdiri kalau mau ngobrol, atau dengan suara yang sedikit dikeras-keraskan; apa asiknya sih ngobrol begitu.

Saya taksir kerugian dari pengabaian rasa suka ini besar sekali.  Inovasi yang rendah, karya yang begitu kering yang sangat formal, semangat kerja yang biasa-biasa saja, mudah stres, atau sekedar cepat lelah. Taksir saja berapa panambahan nilai yang hilang karena faktor-faktor itu secara nasional. Tak banyak bukan inovasi yang kita hasilkan? Ketika ada pun banyak yang kalah karena pikiran yang kering. Semoga ada yang coba menelitinya secara mikro dan makro nasional.

Harus diakui jika investasi untuk suasana kantor masih sungguh rendah. Bahkan banyak yang mengabaikannya sama sekali. Keuntungannya memang tidak langsung, tapi sebenarnya juga tetap bisa diukur. Buat lembaga bisnis tentu akan membandingkannya dengan keuntungan. Sedang bagi lembaga sosial bisa mengukurnya pada inovasi dan kualitas produk program, agar desain poster tidak lagi begitu-begitu saja, kemasan hasil yang tidak lagi STD –standar maksud saya—yang sama sekali minim rasa, atau supaya juga strategi program tidak yang itu-itu juga.

Di Jakarta, IDC salah satu lembaga yang berani berinvestasi pada suasana kantor. Nyaman sekali kongkow-kongkow di kantor mereka, walau belum segila Google atau Yahoo. Tidak ada bangku formal di sini, sofa-batal berisi stereofoam bulat-bulat kecil bertebaran, mau dijadikan sofa bisa, mau dibikin jadi bantal besar boleh. Tersedia pula meja-meja kecil untuk laptop atau gelas dan kawan-kawannya. Siapapun boleh memindahkan dan menggunakannya. Ada pula bar kecil menyajikan roti untuk sarapan. Silakan membuat kopi dan teh sebebasnya. Juga bisa mengambil teh botolan semaunya. Kalau air mineral sudah pasti tak terbatas, selama perut kuat. Menarikya lagi, IDC membolehkan para reseller/retailer untuk berkantor di situ, jadi boleh bikin kartu nama dengan alamat di duren tiga itu.

Gebrakan IDC mewarnai rak server dan memberi ornamen bulat-bulat menjadi inovasi pertama di dunia. Google dan Yahoo pun belum, sepertinya. Umumnya rak server berwarna abu-abu, begitu sejak dulu kabarnya. Dinding ruang server di sana sudah dilukis tema spring dan winter, dua musim yang lain direncanakan akan dilukiskan juga. Kantor itu hasil penyatuan sebelas ruko bertingkat tiga. Silakan tengok di website mereka.

Mereka juga menghargai kebutuhan orang untuk menyingkirkan jenuh. Saya pernah merasakan bermain bilyard, walau saya tak begitu menguasai permainan ini. Ada juga meja sepak bola patung, yang untuk bisa menendang bolanya, anda harus aktif memutar-mutar tongkat tempat sederetan pemain menggantung. Yang lebih seru lagi, sempat pula dipasang permainan tiga dimensi Ice Box. Semua itu berkesan sekedar penghilang jenuh, namun efeknya orang jadi merasa betah dan nyaman bekerja di sana.

Memang, sudah waktunya konsep kantor berubah. Sekarang sudah jarang orang bekerja menggunakan komputer dengan monitor sebesar tv. Laptop sudah menjamur, bahkan layarnya sudah cuma 10 inchi. Kecil sekali. Gampang sekali ditenteng-tenteng. Dengan alat kerja begitu ringan, setiap orang sudah jauh lebih mobile. Kondisi ini bisa dimanfaatkan.

Saat ini, di kantor kami tak menyediakan lagi meja pribadi. Hanya ada meja dalam bentuk dan ukuran beragam, beberapa meja panjang besar –yang saya ingin ganti dengan desain yang lebih nyeni J, meja makan bulat dari kaca, meja kayu bundar gaya betawi, juga meja tamu dari jati. Semua bisa dipakai untuk tempat kerja. Ada satu rak besar yang bisa digunakan semua orang untuk menyimpan barang. Setiap orang boleh memilih lokasi bekerja yang nyaman setiap harinya. Bekerja bebas berpindah-pindah.

Cara ini ternyata memaksimalkan sumber daya. Ruang kantor sanggup menampung lebih banyak orang. Meja bisa dipakai siapapun, dengan peletakan bisa diubah kapan saja. Meja individu, yang umum digunakan, membuatnya tak banyak bermanfaat ketika penguasanya pergi, dan terkadang banyak barang tak perlu menumpuk di area meja. Meja kami tidak, selalu bisa digunakan, dan tak ada tumpukan barang tak penting.  Ada rak-rak penyimpan yang bisa digunakan bersama.

Sudah pasti membangun suasana kantor memerlukan investasi juga, tapi bukan berarti tak bisa dengan biaya yang sesuai kantong organisasi. Prinsipnya bukan pada mahalnya barang yang dipajang, tetapi pada citra barang, nilai seninya, dan harmonisasi penataan. Beberapa hal yang saya catat dari pengubahan kantor kami. Pertama minimkan penggunaan meja pribadi, buat ruang lapang dan tempatkan meja bersama. Sebaiknya jangan gunakan meja besar, buat ukuran yang lebih kecil sehingga bisa lebih manuver saat menata. Namun pertimbangkan meja-meja itu tetap bisa rukun bergabung.

Cet cerah dinding kantor. Pajang lukisan, atau juga masukkan karya-karya seni apalagi kalau bisa karya seniman lokal. Benda-benda yang bernuansa kuno, misalnya lampu templok, juga menarik untuk tampil, namun sebaiknya jangan terlalu banyak memberinya “teman” agar tampil elegan. Tambahkan juga pepohonan untuk lebih segar, dan cobalah peka apakah bentuk daun atau lekukan batang yang cenderung ingin dimanfaatkan.  Terakhir, perhatikan pula unsur kilatan (kaca, vernis, krom). Terlalu banyak kilatan akan menimbulkan kesan memusingkan, karena mata kita terpaksa kelewat rajin bergerak terpancing kilatan-kilatan itu.

Bagi organisasi masyarakat sipil, penting untuk memperhatikan agar tidak terjebak pada kesan mewah. Elegan tidak mesti mewah. Kita bisa berkreasi membuat seesuatu tampil elegan, meskipun awalnya hanya sebuah benda sederhana.

Kantor yang asik, saya rasakan membuat kreatifitas bisa bekerja, rasa jenuh tidak mudah menyerang, dan ketahanan bekerja bisa memanjang. Mari kita ciptakan kantor yang asik, karena itu memang perlu. Mari ciptakan rasa wow setiap kali kita memasuki kantor.

Saya sendiri rasa-rasanya jadi kangen Lee Ritenour bersama kawan-kawannya berintrumentalia dalam Proel itu. Jadi ingin rileks sebentar, pasti menyegarkan.

Rumah Kemuning, Jakarta

Malam, 16 Desember 2011

Mengawal Perubahan, Sumberdaya Manusia

About the author

The author didnt add any Information to his profile yet
No Responses to “Kantor, Perlu Asik Juga”

Leave a Reply