Haruskah CSR Diatur secara Legal?

Sep 30, 2013 No Comments by

Pertanyaannya haruskah CSR diatur secara legal dan menjadi kewajiban dunia usaha? Jawabannya “ya” dan “tidak”. Ya, untuk hal-hal yang bersifat makro dalam bentuk standardisasi agar menjadi pedoman dan memudahkan penilaian, sedangkankan implementasi atau penyelenggaraan diserahkan sepenuhnya pada masing-masing perusahaan. Setiap boleh saja bekerja sama dengan masyarakat atau LSM-LSM sebagai mediator, juga pemerintah daerah sebagai fasilitas kegiatan/program (Lihat skema1: JARINGAN KERJA SAMA PEMERINTAH → DUNIA USAHA → MASYARAKAT).

1. Pemerintah pusat justru perlu mengeluarkan regulasi sebagai panduan bagi pemerintah daerah, bagaimana mereka dapat berperan serta mengoptimalkan potensi usaha yang dapat diajak bermitra untuk menyelenggarakan CSR dan peduli pada masalah sosial yang ada didaerah didaerah masing-masing. Misalnya dengan menyediakan peta permasalahan sosial, karena hampir semua perusahaan mengeluhkan ketiadaan data ini. Ketiadaan peta dasar permasalahan sosial, yang dapat mereka gunakan sebagai acuan. Kalaupun ada, biasanya datanya tidak valid sehingga tidak dapat dijadikan dasar mengembangkan program.

Perlu kita  cermati bersama, saat ini dunia usaha telah ‘dibebani’ berbagai peraturan pemerintah, sehingga skema keterlibatan dunia usaha dalam ikut meningkatkan kesejahteraan masyarakat, jangan sampai menjadi sesuatu yang menambah beban, apalagi adanya sanksi apabila tidak melaksanakan tanggung jawabnya. Yang namanya tanggung jawab sangat berbeda dengan kewajiban. Dunia usaha sangat memerlukan suasana yang kondusif untuk mampu berkembang. Bahkan sangat ini banyak usaha yang tengah berjuang sekedar untuk bertahan hidup saja susah! (Lihat skema 2: DUNIA USAHA DAN KEBIJAKAN).

2. Demikian kira-kira hubungan (baca: kemitraan) ideal antara pemerintah → Dunia Usaha → Masyarakat (Termasuk di dalamnya tokoh-tokoh dan LSM). Apabila kemitraan ini berlangsung sesuai dengan kaidah (prinsip dan landasan) kerja sama, yakni: kesetaraan, keterbukaan dan saling menguntungkan. Kesetaraan berarti saling memiliki kepercayaan penuh, saling menghargai, saling menghormati, saling mengakui kemampuan dan wewenang masing-masing.

3. Keterbukaan berarti saling percya, jujur, dan tidak ada kerahasiaan serta yakin akan komitmen masing-masing. Saling menguntungkan yang berarti: mendapatkan manfaat bersama, dengan berkurangnya masalah sosial, berarti pemerintah telah berhasil mengatasi masalah yang ada di lingkungan masing-masing. Sementara dunia usaha juga mendapatkan keuntungan sosial, karena keberadaannya mendapatkan pengakuan dan  dukungan pemerintah dan masyarakat.

Membangun komitmen semacam ini tentu memerlukan proses yang panjang. Namun melalui landasan kerja sama yang saling memahami kedudukan, tugas, fungsi dan struktur masing-masing. Saling memahami kemampuan, saling menghubungi dan  saling mendekati, serta saling bersedia membantu dan dibantu dan saling mendorong dan mendukung, juga saling menghargai, tentu hal ini bukan merupakan kemusykilan.

Kunci keberhasilan dalam kemitraan tentunya adanya komitmen bersama serta kerja sama yang harmonis dan kaloborasi yang serasi, serta koordinasi yang baik, yang jauh dari unsur-unsur tekanan karena telah terbangun iklim saling kepercayaan antara mitra yang terlibat. Dalam tataran ini, perlu rujukan berupa peraturan ataupun undang-undang makro tentang pelaksanaan CSR yang bertanggung jawab, bagi semua pihak.

Sementara pemerintah daerah melakukan identifikasi masalah dan mengajak dunia usaha untuk mengembangkan program masing-masing sesuai kebutuhan tanpa mencampuri kegiatan, hanya sebagai fasilitor dan dinamisator dengan memberikan pengakuan sesuai peran serta mereka. Bagaimanapun dunia usaha yang merupakan bagian dari masyarakat, perlu ikut bertanggung jawab bukan hanya mencari keuntungan semata-mata. Bagian yang bernama tanggung jawab sosial seharusnya merupakan etika moral perusahaan, tetapi bukan merupakan ketentuan wajib, apalagi sebuah ketentuan yang diatur melalui peraturan atau perundang-undangan.

Disarikan pada buku: CSR dalam Praktik di Indonesia, Pengarang: Jackie Ambadar, Hal: 9-13.

Bentuk Penggalangan, Mobilisasi Sumberdaya

About the author

lingkarLSM hadir untuk menemani pertumbuhan. Kami mengidamkan masyarakat sipil yang jujur dan punya harga diri. Kami membayangkan ribuan organisasi baru akan tumbuh dalam tahun-tahun perubahan ke depan. Inilah mimpi, tujuan dan pilihan peran kami. Paling tidak, kami sudah memberanikan diri memulai sebuah inisiatif; dan berharap langkah kecil ini akan mendorong perubahan besar.
No Responses to “Haruskah CSR Diatur secara Legal?”

Leave a Reply