The Future Community is the Learning Community

Jul 30, 2014 No Comments by

Sebagian kutipan dari “Idaman Andarmosoko: User Friendly Kadang Menjadi Racun yang Menyesatkan”, wawancara oleh Marthin Sinaga.

Hal yang mempertemukan kita adalah knowledge management (KM). Padahal anda memulai aktivitas lewat jalur IT. Kenapa IT? Dan apa yang membuat sehingga sekarang anda lebih dikenal di bidang KM?

Knowledege management (KM) berpangkal dari tiga aliran. Pertama, aliran perpustakaan. Banyak orang-orang perpustakaan bergulat dengan subyek-subyek kategori ilmu dan mengelolanya dari mulai membuat abstrak, katalog, klasifikasi, dsb. Lalu mereka sampai pada KM.

Aliran kedua berasal dari bidang manajemen. Manajemen sendiri mempunyai berbagai bidang, performance management, organisasi, marketing, strategic planning, termasuk juga manajemen SDM, dll, hingga akhirnya sampai pada KM.

Terakhir, IT. Pada tahun 60an, orang-orang IT membangun pengolahan data untuk memahami kebiasaan aktivitas jual-beli yang namanya (sales for casting). Melalui pengolahan data tersebut, kita bisa mengetahui barang apa yang lebih banyak dicari pada tahun mendatang. Rupanya pengolahan data memberi daya ramal yang digunakan untuk memprediksi kemungkinan-kemungkinan di masa depan berdasarkan analisa pengambilan keputusan. Itu kenapa, pengolahan data juga memiliki daya untuk menguak makna melalui analisis terhadap alasan-alasan, kenapa sebuah keputusan diambil. Jadi, kalau saya sekarang berkecimpung dalam bidang KM, itu adalah keniscayaan.

Menarik juga. Sekarang ini KM boleh dibilang sudah menjadi tren. Selain perusahaan bisnis, organisasi non profit seperti NGO juga mulai menerapkannya. Di sisi lain, ketiga ruang yang anda sebutkan tadi juga mengalami perkembangan signifikan. Itu merupakan keniscayaan?

Manusia membangun teknologi yang namanya roda, lalu roda kita personifikasi sebagai sepeda, atau kendaraan. Munculnya kendaraan membuat daya jelajah fisik dan perjalanan menjadi lebih tinggi. Seluruh pengalaman dicatat, lalu dibuat ekstensi perluasan. Ketika otak nggak cukup, kita simpan juga data di buku dengan cara menuliskannya, atau kita bisa menyimpan memori dalam sebuah album foto. Nah, kita punya alat simpan, punya alat untuk menyampaikan, berkomunikasi data dan informasi. Kita punya alat-alat yang mengubah dunia. Kapasitas menyimpan yang dimiliki manusia sekarang jadi sangat besar karena, IT telah membuat komunikasi jadi lebih cepat dan mudah.

Sampai di situ, terjadi pertukaran yang begitu besar pada data, temuan, informasi, bahkan pengalaman dan keterampilan. Manusia bisa dengan mudah menyebarkan berbagai pengalaman melalui blog, mulai dari perencanaan sampai dengan teknis aktivitasnya. Akhirnya, pengalaman dan pengetahuan bisa disebarluaskan dengan mudah. Namun, teknologi ini tidak hanya berhenti pada komunikasi, penyimpanan data, produksi informasi, dsb. Tetapi juga ada hal-hal yang dirubahnya seperti fotografi dan filmografi.

Dulu fotografi musti menggunakan roll film dan melalui proses cuci-cetak. Waktu motret, nggak ada yang tahu hasilnya akan kayak apa. Elo bener-bener musti ngerti fotografi untuk bisa hasilin foto yang bagus. Lalu tiba-tiba berubah jadi fotografi digital yang tidak pake film, instan, bisa langsung dilihat, dan tersedia dalam jenjang kualitas. Mulai dari handphone yang paling ecek-ecek, kamera digital yang biasa, sampai kamera yang sangat canggih, sekarang sudah tersedia. Dulu jumlah orang yang senang fotografi, motret makro, sedikit sekali. Sekarang, kalau kamu punya 50 teman di facebook, jangan-jangan 20 diantaranya sudah mainan SLR. Artinya, skill, competence, and the knowledge of photography menjadi meluas, termasuk publikasi pengetahuan.

Keterampilan fotografi kini bahkan telah kehilangan ‘nilai elitnya’. Masyarakat masa depan akhirnya adalah masyarakat yang mempunyai data dan informasi, mempunyai storage of memories atau pengalaman dan juga berbagai pengetahuan.

Aktivitas orang-orang yang sekarang ini terjebak rutinitas kantor akan mendorong orang untuk mencari aktivitas atau kegiatan lain untuk dia pelajari di waktu senggangnya. Misalnya, ikut komunitas bike to work. Ia juga menjalani proses belajar di sana, mulai dari proses mengendarai, sampai mengamati berbagai kejadian saat mengendarai sepedanya. Atau menjadi backpaker. Dia akan belajar segala sesuatu tentang backpacking, membeli buku, lalu menulis tentang itu. Waktu senggang yang dimiliki seseorang, mengakibatkan dia belajar tentang sesuatu yang baru. Walaupun sesuatu yang baru itu sifatnya bisa jadi hanya senang-senang, tapi ia belajar lewat kesenangan itu. The future community is the learning community.

Sumber: Air Sejati.

Pengelolaan Pengetahuan

About the author

lingkarLSM hadir untuk menemani pertumbuhan. Kami mengidamkan masyarakat sipil yang jujur dan punya harga diri. Kami membayangkan ribuan organisasi baru akan tumbuh dalam tahun-tahun perubahan ke depan. Inilah mimpi, tujuan dan pilihan peran kami. Paling tidak, kami sudah memberanikan diri memulai sebuah inisiatif; dan berharap langkah kecil ini akan mendorong perubahan besar.
No Responses to “The Future Community is the Learning Community”

Leave a Reply