Berawal dari Cinta Pertama

Sep 13, 2014 No Comments by

Pada mulanya, Christine Hakim bermimpi menjadi arsitek atau psikolog. Tapi, pertemuannya dengan sutradara kondang Teguh Karya (alm), pada usia 17 tahun, mengubah sama sekali jalan hidupnya. Christine ditawari peran membintangi film Cinta Pertama.

Sejak itu, kiprah Christine di dunia film seperti tak bisa dihentikan. Ia meraih berbagai penghargaan, nasional dan internasional. Penampilannya dalam film Cut Nyak Dien, yang disutradarai oleh Erros Djarot, menempatkan Christine Hakim sebagai satu diantara aktris Indonesia yang paling kuat dan total dalam menghayati perannya.

Sebagai bintang senior, Christine tak segan memberi kepercayaan kepada kaum muda. Pada 1999, ketika menjadi produser Daun di Atas Bantal, ia memiih Garin Nugroho yang muda sebagai sutradara. Pilihan itutidak mengecewakan, tetapi kekeliruan teknis membuat film ini mengalami proses penyelesaian yang panjang. Film ini mengangkat kehidupan anak-anak jalanan yang keras dan terabaikan.

Bermula dari Cinta Pertama, Christine mendaki jalan terjal dunia sinematografi yang penuh tantangan. Meski masih aktif sebagai pemain, terutama dalam peran-peran yang dipilihnya sendiri, belakangan Christine lebih mencurahkan minatnya pada film dokumenter. Ia telah menghasilkan sejumlah film dengan berbagai tema: kereta api, kehidupan anak autistik, sampai kehidupan Suku Dayak. “Ini dunia yang menantang,” katanya.

Di masa mudanya, Christine juga dikenang sebagai penyanyi yang sempat menerbitkan beberapa album, antara lain bersama Broery (alm). Tetapi, kelak terbukti, dunia filmlah habitat Christine yang sesungguhnya.

 

Kepada Yang Terkasih, Anak Muda Indonesia …

Izinkan saya bercerita tentang pentingnya komitmen, konsistensi, dan kecintaan pada apa yang kita kerjakan. Ketiganya sering menempatkan kita pada saat-saat sulit penuh ujian. Saya pun tak jarang mengalaminya. Jika saat sulit tiba, jangan menyerah. Tundukkan kepala pada Tuhan, lalu atur langkah kembali. Do not give up…

Hidup telah memberi saya banyak pelajaran tentang hal itu. Pada tahun 1997-1998, saya menjadi produser film “Daun di Atas Bantal” yang disutradarai Garin Nugroho. Proses syuting di Yogyakarta sudah hampir selesai. Rencananya, satu minggu lagi kami sudah akan kembali ke Jakarta. Hasil syuting telah dikirim ke Australia untuk diproses. Lalu, suatu hari, saya ingat sebelum waktu salat Dzuhur, mendapat telepon dari Sydney. “Christine, ada kerusakan teknis. Sehingga hasil shoot yang kami kirim tidak bisa dipergunakan.” katanya. Blarrr… Saya bagai terkena petir. Saya yakinkan diri bahwa ini bukan mimpi.

Saya salat Dzuhur. Saya tafakur dan berdoa. Apa yang harus kami lakukan? Bisa saja saya menyerahdan meratapi diri. Tapi, itu tidak akan menyelesaikan masalah. Bagaimana dengan seluruh tim yang sudah bekerja keras selama ini? Tak mungkin saya sia-siakan semua itu. Saya kumpulkan seluruh tim, termasuk Garin. Saya katakan, “Kita tidak akan dan tidak boleh menyerah. Mari kita jadikan ini sebagai kesempatan agar kita bisa melakukan lagi syuting dengan lebih baik.”

Kami tahu ini bukan hal mudah, terutama karena ekonomi sedang bergejolak. Kurs rupiah naik dari Rp 2.500 per dolar menjadi Rp 15.000 per US $. Tapi, kami sudah sepakat untuk jalan terus. Kami istirahat tiga hari, menjernihkan pikiran dan kembali mengatur perencanaan. Lalu, seluruh proses syuting kami ulang kembali, dengan lebih baik. Kekurangan di syuting tahap pertama kami perbaiki. Tim kami pun jauh lebih solid dan kompak.

Komitmen, kesungguhan, kecintaan dan kerja keras itu tidak sia-sia. Pada Festival Film Cannes1998, Daun di Atas Bantal (Leaf on a Pillow) masuk di Un Certain Regard Cannes dan 15 besar kategorifilm asing terbaik Piala Oscar. Beberapa penghargaan lain juga kami dapat, termasuk best filmdi Asia Pasific Film Festival. Bahkan, beberapa praktisi perfilman dunia menyebut bahwa shot-shot beberapa adegan dalam film “Slumdog Millionaire” sepertinya terilhami shot-shot dan adegan “Daundi Atas Bantal”. Saya terharu. Film itu memberi pengaruh, bahkan sampai bertahun-tahun kemudian.

Kerja keras Daun di Atas Bantal, bagi saya juga mengajarkan pentingnya bersikap rendah hati. Kehebatan seseorang itu sama sekali bukan karena kehebatan dirinya semata, tapi karena ada hal-hal mendasar dan yang lebih besar yang mendukung terwujudnya sebuah keberhasilan. Yaitu dukungan, ridho, serta Kuasa TUHAN. Siapa sangka akan ada kerusakan teknis di tengah proses akhir Daun di Atas Bantal? Siapa menduga kurs dolar jadi melonjak begitu? Krisis, musibah, memang selalu menyimpan hikmah.

Sumber: Surat Dari & Untuk Pemimpin, Penulis: Christine Hakim, Hal: 183-184.

Cerita Perubahan, Mengawal Perubahan

About the author

lingkarLSM hadir untuk menemani pertumbuhan. Kami mengidamkan masyarakat sipil yang jujur dan punya harga diri. Kami membayangkan ribuan organisasi baru akan tumbuh dalam tahun-tahun perubahan ke depan. Inilah mimpi, tujuan dan pilihan peran kami. Paling tidak, kami sudah memberanikan diri memulai sebuah inisiatif; dan berharap langkah kecil ini akan mendorong perubahan besar.
No Responses to “Berawal dari Cinta Pertama”

Leave a Reply